Mohon tunggu...
Mas Gunggung
Mas Gunggung Mohon Tunggu... Penulis -

Selamat menikmati cerita silat "Tembang Tanpa Syair". Semoga bermanfaat dan menjadi kebaikan bersama.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tembang Tanpa Syair - Jagad Tangguh - Bagian 12

21 Juli 2016   14:32 Diperbarui: 21 Juli 2016   14:37 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

SAPTO DAHONO

Kesiuran angin besar menerpa gubuk kami seiring dengan datangnya lelaki berbaju kuning itu. Jaraknya dengan gubuk kami hanya kurang lebih lima meteran saja.

"Hai kalian yang ada di dalam gubuk! Keluarlah!", teriak laki-laki berbaju kuning itu dengan pongah. Pandangan matanya memandang keatas gubuk. Nampaknya ia sengaja meremehkan kami. Padahal aku tahu persis kalau ia pasti melihat kami semua, namun ia bertingkah seakan tidak melihat kami.

Emosiku terpancing. Lelaki ini sangat kurang ajar. Aku ingin beranjak bangun dan memberikan pelajaran pada lelaki itu.

"Tahan... Tunggu disini saja...", ucap ayahku dengan lembut. Tangan kanannya menahan bahu kiriku. Aku menurut. Namun pandangan mataku tidak lepas menatap lelaki itu.

Ayah lalu berdiri, berjalan santai menuju gentong berisi air, lalu mengambil segayung air untuk mencuci tangannya. Hasrat makanku sudah menghilang sama sekali. Kemudian aku melihat ayah berjalan kedepan gubuk berhadapan dengan lelaki itu.

"Apakah kangmas ada keperluan denganku?", tanya ayah dengan sopan.

Suasana mendadak seperti hening. Anginpun bahkan hampir tidak terasa. Suara ayah terdengar sangat jelas ditelingaku.

"Aku mendengar dari kakakku bahwa kau mewarisi keilmuan Sapto Dahono! Aku ingin menjajalnya sendiri! Namaku Bawono!", ucap laki-laki yang mengaku bernama Bawono itu dengan keras.

Aku melihat ayah menegakkan punggungnya. Aku tahu ayah sedang serius saat ini. Aku khawatir jika pertarungan terjadi di tempat ini maka gubuk ini tidak akan bertahan lama. Meskipun di sekitar gubuk ada sedikit 'halaman' untuk dua atau tiga orang, namun akan sangat sempit apabila digunakan untuk beradu jurus panjang. Apalagi ada beberapa pohon kering disebelah kanan ayah tepat disudut gubuk. Tinggi pohon kering itu kurang lebih seukuran anak kecil. Aku mengamati keduanya dengan rasa was-was. Aku tahu ayah pasti sudah tidak ada jalan lagi untuk mundur. Tantangan terhadap ayah sudah berada di depan mata.

"Baiklah jika itu yang kangmas Bawono inginkan... Majulah...!", ucap ayah dengan serius. Wajahnya tenang, namun kewaspadaannya terlihat meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun