Mohon tunggu...
Mas Gagah
Mas Gagah Mohon Tunggu... Dosen - (Lelaki Penunggu Subuh)

Anak Buruh Tani "Ngelmu Sampai Mati"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pak Jokowi vs Pak Prabowo, Jika Test CPNS Mungkin Juga Tak Lulus "Passing Grade"

23 November 2018   20:42 Diperbarui: 26 November 2018   12:17 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ukuran Kita Selalu Akademis

Faktanya, potret pendidikan kita tidak pernah berubah dari jaman belum ada internet hingga sekarang sudah jaman media sosial. Untuk menilai seseorang itu pintar atau tidak, selalu menggunakan ukuran akademis atau matematis. Semua level kehidupan berbangsa kita juga menggunakan ukuran akademis.

Kalau mau masuk sebuah kuliah S1, S2, atau S3 ukurannya selalu nilai akademik. Kalau mau lulus S2 atau S2 test yang digunakan juga test TPA. Ada persyaratan nilai TPA yang harus dilalui. Jikalau untuk test CPNS namanya menggunakan ukuran Passing Grade.

Kalau orang yang matematikanya nilai 9,5 itulah yang dikatakan orang pintar. Kalau mahasiswa nilai TPA nya 500 itulah yang layak menjadi mahasiswa sebuah kampus negeri. Pendidikan kita akhirnya hanya menghargai nilai akhir dan bukan menghargai sebuah proses. Semua bidang kehidupan kita selalu diukur dengan angka akademik.

Bagaimana dengan orang yang jago bahasa tiga bahasa Asing. Dia merupakan lulusan luar negeri S3. Dia telah menerbitkan sebuah jurnal internasional. Meskipun pintar bahasa ternyata dia lemah di matematika atau wawasan kebangsaan. Saat test CPNS ternyata dia gagal di TWK dan TIU.

Apakah dia tidak layak menjadi ASN dengan kegagalan itu? Apakah dia termasuk orang yang bodoh gara-gara tidak lulus salah satu passing grade test SKD? Jika ukuran yang digunakan adalah akademis, lain ceritanya. Memang, pendidikan kita selalu saja begitu, Ukuran yang digunakan adalah ujian akhir. Proses yang dilalui itu tidak pernah digunakan sebagai ukuran.

Semua Pejabat Negara Wajib Test SKD (TWK, TIU dan TKP)

Saya yakin, jika para anggota DPR atau calon menteri diberikan test SKD seperti kemarin pasti akan banyak yang gagal. Tapi seharusnya begitu, mereka harus diberikan standard passing grade yang tinggi di test TKP. Test ini bertujuan menilai integritas kepribadian calon legislative apakah nanti mau korupsi atau tidak.

Perilaku pejabat negara yang melakukan korupsi berjamaah, bisa jadi karena mereka dulu tidak ditest TKP (Test karakteristik Pribadi). Yang terjadi kemudian banyak anggota DPR atau pejabat daerah yang korupsi hingga milyaran rupiah. Saya usulan pileg tahun 2019 nanti calegnya ditest SKD dengan tiga kategori (TWK, TIU, dan TKP).

Jangan-jangan para pejabat kita tidak memiliki wawasan kebangsaan dan pemahaman Pancasila. Mungkin mereka memiliki wawasan intelegensia yang rendah juga. Yang paling parah, jika mereka justru tidak memiliki angka karakteristik pribadi yang tidak lebih dari 143 poin. Maka wajar, hari-hari ini saat sidang paripurna banyak anggota DPR yang bolos. Jika pun datang ke sidang, mereka hanya tidur sampai rapat selesai.

Sebenarnya kita sudah muak dengan kelakuan pejabat yang menilep uang negara. Persoalan itu sampai sekarang belum dapat diselesaikan dengan tuntas. Negara kita hampir bangkrut dengan korupsi yang mereka lakukan. Saat sidang paripurna mereka malahan hanya tidur sambi duduk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun