Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Gegara Covid-19, Petani Tomat Menjerit

3 April 2020   11:43 Diperbarui: 4 April 2020   15:36 1220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sudah jatuh, tertimpa tangga", pepatah itu mungkin sangat tepat untuk menggambarkan nasib para petani tomat di kabupaten Bener Meriah, Dataran Tinggi Gayo, Aceh. 

Bagaimana tidak, seperti di semua daerah di Indonesia, Bener Meriah juga terdampak oleh coronavirus disease (Covid-19).

Meski sampai saat ini tidak ada satupun warga daerah ini yang dinyatakan suspect maupun positif covid, namun pemerintah daerah setempat sudah melakukan pembatasan-pembatasan yang membuat ruang aktivitas warga menjadi sangat terbatas. 

Ketentuan tentang jam malam, imbauan untuk tetap di rumah dan menghindari tempat keramaian seperti pasar dan fasilitas umum lainnya, juga membatasi ruang gerak warga yang mayoritas berprofesi sebagai petani.

Dalam kondisi seperti ini, petani hanya berharap hasil pertanian mereka mampu untuk menopang kehidupan keluarga mereka di saat menghadapi situasi kritis seperti ini. 

Tapi apa daya, di saat kondisi mencekam melebihi masa konflik dulu, justru harga komoditi pertanian di daerah ini justru anjlok secara drastis. Kopi yang menjadi andalan sebagian besar petani di Bener Meriah, harganya merosot tajam mendekati 50 persen. 


Harga kopi gelondong merah yang semula berkisar 10 sampai 11 ribu rupiah, kini hanya dihargai oleh pedagang 6.000 rupiah. Begitu juga dengan komoditi pertanian lainnya seperti kentang, cabe, kol, wortel dan lain-lainnya.

Nasib yang sama juga dialami oleh para petani tomat di daerah ini, harga yang semula 4.000 sampai 5.000 rupiah per kilogram, kini terjun bebas menjadi hanya seribu rupiah, itupun jarang ada pedagang yang mau membeli. 

Dengan harga seperti ini, jangankan berharap untung yag bisa untuk membiayai kebutuhan keluarga, mencapai BEP (break event point) atau balik modal saja sulit.

Seperti diungkapkan oleh Sabri, salah seorang petani tomat di Bener Meriah, akhir bulan Januari lalu dia menanam tomat sekitar 0,5 ha, dia berharap bisa panen menjelang bulan puasa, karena biasanya pada saat seperti itu harga tomat akan relative bagus. 

Sebenarnya perdiksinya tidak meleset, karena memasuki bulan April ini, tomat yang ditanamnya mulai memasuki masa panen dan hasil panennya pun sangat bagus. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun