Aktifitas dokter hewan biasanya tak jauh-jauh dari urusan kesehatan hewan, teknis peternakan dan semua yang terkait dengan seluk beluk tentang hewan seperti vaksinasi, insemninasi buatan, peningkatan populasi ternak, pencegahan penyakit menular pada hewan dan sebagainya. Kalaupun harus 'berurusan" dengan manusia, umumnya hanya terbatas dengan masyarakat veteriner ataupun peternak, karena sesuai dengan bakcgroung pendidikan akdemisnya, seorang dokter hewan memang lebih sering berinteraksi dengan hewan, ternak atau orang-orang yang terkait dengan peternakan.
Tapi berbeda dengan yang dilakukan oleh dokter hewan yang satu ini, karena dalam aktifitas kesehariannya, dia justru lebih sering 'bersentuhan' degan manusia, khususnya dalam bidang peningkatan kualitas sumberdaya manusia pertanian. Sosok yang 'berbeda' ini, tidak lain adalah drh. Ahdar, MP yang saat ini menjabat sebagai Kepala Balai Pendidikan dan Pelatihan Pertanian Aceh. Pria peramah dan periang, kelahiran Tumpok Teungoh, Aceh Utara 1 Nopember 1971 ini, sejak menyelesaikan pendidikan kedokteran hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, nyaris tidak pernah melakukan aktifitas yang langsung berhubungan dengan latar belakang pendidikan akdemisnya.
Kalau dokter hewan lain langsung berkecimpung dengan aktifitas rutin yang terkait dengan kesehatan hewan dan teknis peternakan, Ahdar justru melakukan yang sebaliknya. Sejak di angkat sebagai pegawai negeri sipil pada bulan Maret tahun 2000 yang lalu, dia tidak pernah ditugaskan pada bidang yang berkaitan dengan masalah kesehatan hewa atau peternakan, tapi justru mendapat tugas di bidang pengembangan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia pertanian, sesuatu yang nyaris 'bertolak belakang' dengan disiplin ilmu yang dimilikinya. Mengawali tugasnya pada Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh, Ahdar ditempatkan di bidang penyuluhan yang secara otomatis banyak berhubungan dengan sumberdaya manusia penyuluh pertanian.
Namun itu bukanlah sebuah kendala bagi Ahdar, karena selain menyandang gelar dokter hewan, dia juga 'menggenggam' gelar Magister Pertanian yang diraihnya dari Universitas Andalas, Padang. Satu hal lagi yang membuat Ahdar lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan kerja yang sebenarnya tidak sesai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya adalah kemauannya yang sangat kuat untuk terus belajar tentang hal-hal baru yang terkait dengan lingkup pekerjaannya. Â Berbekal ilmu manajemen pertanian yang didapatkannya pada jenjang strata 2 (S-2), menjadi lebih mudah baginya untuk menjalankan tugas membina dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, khususnya SDM pertanian, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi dimana dia bernaung.
Eksitensi Ahdar dalam pengembangan dan peningkatan SDM pertanian semakin terlihat saat dia kemudian diserahi tugas untuk memimpin Balai Diklat Pertanian Aceh, sebuah balai diklat yang khusus didirikan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan bagi SDM pertanian baik aparatur pertanian, penyuluh pertanian maupun pelaku usaha pertanian atau petani. Menempati 'pos' barunya di awal tahun 2010 yang lalu, Ahdar segera melakukan pembenahan-pembenahan di lembaga diklat yang dipimpinnya. Dia mulai melakukan perbaikan system, pola maupun sarana prasarana di balai diklat yang terletak di Saree yang berada pada lintasan utama jarur Banda Aceh Medan itu. Yang terfikir dalam benaknya, bahwa sebuah balai diklat harus mampu memberikan pelayan terbaik bagi peserta diklat, sehingga mereka merasa nyaman mengikuti berbagai kegiatan diklat disana. Hanya dalam beberapa tahun saja Ahdar memimpin bali diklat ini, sudah mulai terlihat perubahan signifikan. Para pengguna jasa diklat baik penyuluh pertanian maupun petani, mulai merasakan kenyamanan dan kepuasan saat mengikuti berbagai kegiatan diklat di tempat ini.
Perolehan sertifikat ISO 9001 ini tentu tidak terlepas dari kerja keras Ahdar selama dia memimpin balai diklat ini. Berbagai pembenahan dan perbaikan system, pola maupun sarana prasarana dib alai diklat ini, membua lembaga pelatihan ini eksistensinya semakin diakui. Bahkan belakangan sudah ada wacana untuk menjadikan balai diklat ini seagai Badan Usaha Layanan Daerah (BLUD) karena selama ini dinilai mempu mengembangkan kemandiriannya.
Selain fokus pada tuganya melakukan pengembangan dan peningkatan kualitas SDM pertanian di provinsi Aceh, Ahdar juga sering membuat terobosan-terobosan baru di lingkungan tempat tugasnya. Pembangunan berbagai instalasi pertanian pendukung aktifitas balai diklat ini seperti instalasi hidroponik, instalasi biogas, taman agro dan instalasi pengolahan pupuk organic, adalah beberapa contoh dari terobosan yang dilakukan oleh Ahdar di komplek balai diklat pertanian ini. Dengan adanya berbagai instalasi pendukung seperti ini, Balai Diklat Pertanian Aceh, kemudian bukan hanya menjadi tempat pelatihan bagi petani, tapi juga menjadi tempat penelitian dan obyek studi banding bagi kalangan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dia Aceh maupun luar Aceh.
Pengembangan talas jepang Satoimo yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi tren pengembangan sumberdaya pangan baru, juga menginspirasi Ahdar untuk menjadikan lingkungan balai diklat ini sebagai salah satu pilot project pengembangan talas jepang. Â Terobosan ini sekaligus menjadi terobosan baru di bidang diversifikasi pangan, apalagi komoditi pangan ini prospek pasar ekspornya, terutama ke Negara Jepang, sangat bagus. Selain membuat pilot project pengembangan talas jepang, Ahdar juga aktif mempromosikan produk olahan talas jepang dalam bentuk Jus Satoimo di kafe yang berdiri di komplek balai diklat ini. Kandungan collagen yang diyakini mampu menghambat penuaan kulit ini, membuat minuman berbahan dasar talas jepang ini, mulai menjadi trer dan favorit baru minuman sehat di Aceh, semua ini tidak terlepas dari peran aktif Ahdar.