Mohon tunggu...
Masduki Duryat
Masduki Duryat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya seorang praktisi pendidikan, berkepribadian menarik, terbuka dan berwawasan ke depan. Pendidikan menjadi concern saya, di samping tentang keagamaan dan politik kebijakan--khususnya di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

The Miracle of Pendidikan

6 Desember 2022   18:54 Diperbarui: 6 Desember 2022   19:18 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hakikatnya perbuatan mendidik atau membimbing anak menuju kedewasaan, tidak menjadikan anak sebagai atau sasaran perbuatan mendidik yang dilakukan oleh orang yang mendidik termasuk orang tua. Anak bukan robot yang menunggu tombol perintah ditekan baru bergerak. Anak  juga bukan seperangkat instrumen yang menunggu waktu untuk difungsikan. Anak tidak dijadikan sebagai landasan tempat "mendaratnya" segala kemauan orang yang mendidiknya atau orang tuanya. Perbuatan mendidik itu adalah mengantarkan untuk melepaskan. Jadi, dalam mendidik, anak tidak terus menerus didampingi, tidak selalu harus diantar, tidak perlu selalu dibimbing.

Pembahasan mengenai fungsi manusia seperti diuraikan di atas merupakan gambaran global, belum menyentuh tataran eksistensial dalam peran-peran nyata di latar kesejarahan. Pemahaman umum tentang eksistensi manusia sebagai hamba dan khalifah berikut fungsionalisasinya dalam realitas makrokosmos semata-mata dipandang belum memadai. Fungsi-fungsi tersebut dapat dilaksanakan dengan baik di tingkat eksistensial jika dalam diri manusia tersedia suatu kemampuan internal yang inheren dalam penciptaan manusia itu sendiri. Kemampuan internal ini bukan semata-mata bersifat material yang lebih menekankan aspek fisiologis manusia. 

Manusia mempunyai potensi kemerdekaan untuk meraih dan melakukan berbagai macam tindakan sesuai dengan pilihannya. Manusia juga mampu melakukan distansiasi dengan lingkungan eksternalnya, serta manusia juga mampu melakukan banyak perubahan sesuai dengan cita-citanya.

Pendidikan; Head, Hand dan Heart

Pendidikan dalam makna luas mencakup segi kehidupan manusia, maka definisi pendidikan berbunyi: "Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran/latihan bagi peranannya di masa yang akan datang" (Undang-undang No. 2 Tahun 1999, tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Dalam dimensi sempit pendidikan dapat dimaknai bimbingan yang diberikan kepada anak-anak sampai ia dewasa.


Pendidikan dalam arti luas adalah segala sesuatu yang menyangkut proses perkembangan dan pengembangan manusia, yaitu upaya mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai bagi anak didik, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan itu menjadi bagian       kepribadian anak yang pada gilirannya ia menjadi orang pandai, baik, mampu hidup dan berguna bagi masyarakat dengan modal kecerdasan (head), skill  (hand) dan moralnya (heart).

Tentang Pendidikan moral, hati ini Imam Al Ghazali dalam kitabnya yang spektakuler---Ihya Ulumuddin---menyampaikan di antaranya Pendidikan harus: (1) Menyembuhkan hati yang sakit dan meghidupkan hati yang mati: Senantiasa berdzikir, membaca Al-Qur'an, mendirikan shalat malam, membangun hidup zuhud, memperbanyak ingat mati. (2) Memelihara Hati yang sehat meliputi kegiatan pemeliharaan yang dapat dilakukan melalui proses penyadaran hati melalui dzikir, adapaun proses dzikir yang rutin diharapkan akan semakin menguatkan kecerdasan dan kelembutan hati. Proses yang tidak kalah pentingnya yaitu menjaga agar terhindar dari penyakit hati.

Pemikiran Al Ghazali tentang konsep pendidikan hati sampai saat ini tetap relevan, hal ini dibuktikan dengan adanya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang masih mencantumkan upaya-upaya mendidik hati bangsa Indonesia pada masa modern ini. Seperti halnya Imam Al Ghazali dalam mendidik hati yang sesuai dengan zaman anak sekarang ini. 

Dari hal ini pendidikan hati bersifat dinamis dan dapat diimplementasikan nilai-nilai dari konsep pendidikan hati tersebut pada zaman kekinian dan itu masih tetap relevan. Seperti kata Imam Ali RA., yang sangat terkenal itu "Didiklah anak-anakmu tidak seperti kamu dididik dahulu, karena mereka diciptakan untuk zamannya yang berbeda seperti zamanmu." Itu kenapa kata sahabat Umar Bin Khatthab; "Anak-anakmu sejatinya bukanlah anakmu, tapi anak zamannya". 

Menarik juga untuk dicermati dalam buku "Keajaiban Pada Semut" karya Harun Yahya misalnya juga disebutkan, terdapat nilai pendidikan moral, akhlak yaitu nilai pendidikan akhlak dalam skala terhadap diri sendiri, nilai pendidikan akhlak terhadap sesama, dan nilai pendidikan akhlak terhadap lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun