Mohon tunggu...
semutmerah
semutmerah Mohon Tunggu... Psikolog - Bukan untuk dikritisi, tapi untuk direfleksikan

Serius tapi Santai | Psychedelic/Progressive/Experimental | Memayu Hayuning Bawana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Leila Chudori dan Interpretasinya yang Tidak Adil

5 Maret 2021   18:26 Diperbarui: 5 Maret 2021   18:42 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata kuncinya adalah : terkadang, ada kebenaran yang disamarkan sehingga terkesan ia adalah karya imajinasi, namun terkadang ada juga kepalsuan yang dimajinasikan sedemikian rupa sehingga mirip dengan kebenaran. Jadi, diperlukan ketelitian dalam mengkaji sesuatu.

Pada kolom tersebut Leila dengan bangganya mengatakan, "Dalam novel ini, kita bukan saja menghadapi kenyataan betapa di banyak desa di Indonesia masih saja ada pernikahan gadis di usia sangat dini,". Kata "banyak desa" seakan-akan mendiskreditkan desa-desa sehingga timbul reaksi bahwa perkotaan bagus dan desa tidak ada bagusnya. 

Padahal novel tersebut belum tentu menggambarkan keadaan desa-desa yang ada di Indonesia. Mungkin hanya satu desa untuk latar tempat novel tersebut. Itupun belum tentu benar, bisa saja setting latar tempat adalah tempat yang diimajinasikan oleh si penulis. 

Kecuali, Leila sudah mewawancarai dan mengkonfirmasi kepada penulis apakah "desa" yang ada pada novel adalah benar-benar desa di Indonesia atau rekaan semata.

Pada kata "Pernikahan gadis di usia sangat dini" dengan konteks "banyak desa di Indonesia" seakan-akan menggeneralisir dan memutlakkan bahwa konsep pernikahan seperti itu merata di semua desa, padahal ada desa-desa yang juga tidak memakai konsep seperti itu. Antara desa dan pernikahan usia dini, itu beda konteks.

Desa adalah tempat bukan mahluk hidup, sedangkan pernikahan usia dini adalah tindakan atau perbuatan yang artinya ia dilakukan salah seorang. Maka yang harus disalahkan adalah orangnya, bukan tempatnya, bukan segelintir orang didalam tempat tersebut. 


Kecuali jika memang seluruh masyarakat di desa tersebut dan seluruh desa di Indonesia tersebut memakai konsep yang demikian, dan untuk hal ini jelas Leila harus turun ke lapangan, tidak bisa menginterpretasi hanya dari "novel" semata yang belum jelas faktanya. Terlebih lagi ia memakai redaksi "Gadis" dan "Desa" seakan-akan di setiap desa gadis akan selalu dinikahkan di usia dini.

Jika memang novel tersebut berbicara pernikahan anak, maka tulislah dengan redaksi "anak", pun jika novel tersebut berbicara pernikahan gadis usia dini maka Leila juga harus objektif; cukup menuliskan pernikahan anak, agar tidak terbentuk mindset "korban adalah selalu perempuan, pelaku adalah selalu pria". Karena, saat kita bicara tentang manusia, ya angkatlah manusianya, bukan angkat satu jenis tertentu sambil menjatuhkan satu jenis lainnya.

Jangan ada politisasi didalam persoalan kemanusiaan humaniti. Tidak semua pernikahan usia dini korbannya adalah perempuan, melainkan anak-anak. Bisa saja korbannya adalah laki-laki, namun dialihkan jadi perempuan untuk kepentingan suatu karya fiksi, untuk kepentingan dramatisasi, untuk kepentingan agar suatu novel bisa laku dipasaran. Bisa saja pelakunya adalah orangtuanya, ayah dan ibunya, dan korbannya adalah anak laki-laki dan anak perempuan. Jadi ada banyak kemungkinan untuk suatu perkara.

Suatu karya non-fiksi saja, untuk mengkritisnya perlu dilakukan penelusuran mendalam, tidak bisa asal main memutuskan dan menyimpulkan. Perlu ada rumusan tesis VS antithesis VS sintesis, hingga lahirlah suatu konklusi dari proses tersebut.

Novel fiksi belum tentu benar mutlak, maka suatu interpretasi terhadapnya jugalah jangan terlalu berlebihan, jangan terlalu dramatis dalam memaknainya, apalagi terlalu subjektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun