Mohon tunggu...
Bramantyo Adi
Bramantyo Adi Mohon Tunggu... -

Keep Calm and Digit Span

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Cerita Calon Psikolog - 2

18 April 2014   04:42 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:32 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi gimana akhir pekan panjangnya? Oh ya bagi yang merayakan Paskah, selamat beribadah Tri Hari Suci ya. Adakah yang berpantang sampai empat puluh berhasil? Kalau ada, proficiat! Karena gua puasa aja suka missed. Tiga puluh hari lho, apa kabar puasa Ramadhan 40 hari :3.

Ok..ceritapun berlanjut. Sebelumnya saya patroli dulu, kebetulan dospem saya juga Kompasianer. Ntar ketauan lagi gua katarsis ngetik-ngetik disini bukannya ngerjain revisi skripsi :p

Ya..kemarin sampai di? Matematika ya?

Secara lebay saya menganggap diri sendiri sudah positif terdiagnosis mathematic disorder. Sebuah gangguan belajar yang ada di buku DSM IV TR (apaan tuh?-admin) (buku isi gangguan perilaku-pen). Jadi sepanjang cerita sekolah saya paling anti sama matematika. Saking antinya saat SMA kemarin, guru Matematika khusus membuat soal yang super susah biar mau belajar. Itupun baru tahu setelah dua tahun terima ijazah SMA.

Namanya manusia yang sehat mental, kelebihan adrenalin, tantangan ada buat disikat. Tantangan selanjutnya ketika sudah kuliah psikologi adalah : ketemu matematika lagi. Kayaknya hidup sebagai manusia udah mencapai taraf kesejahteraan psikis dan subjektif karena udah lupa sama matematika. Tibalah kuliah semester dua..ketemu mata kuliah :

STATISTIK PSIKOLOGI

Jreng!

Gua cuma bisa pasrah, karena setelah statistik psikologi..masih ada lagi..

STATISTIK PSIKOLOGI Jilid II

PSIKOMETRI

PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGI

(teriring lagu Untitled - Simple Plan)

Syedih, mulailah seleksi alam mahasiswa psikologi. Harapan mayoritas remaja Indonesia kuliah psikologi adalah ngeles dari matematika. Karena mereka lebih percaya sama cinta yang tak ada logika. Sementara matematika isinya logika semua :p. Salah fokus, kembali fokus..sampai nanti jadi psikolog..kembali ketemu mereka yang gua sebutin di atas pake ditebelin segala. Suka gak suka, terima aja.. Setiap mata kuliah yang ada urusan hitung-hitungan, gua pasrah, minta nilai B. Bisa lulus nilai B statistik, psikometri, PSP, aja rasanya mau tumpengan sekampung. Belum lagi lulus metode penelitian kuantitatif. Pengalaman gua teriak di pinggir jalan ketika tahu nilai metpen kuanti dapet B sampai dilihatin orang-orang.

Bagi mereka yang dapet kelebihan di matematika, hal ini begitu cheesy.

Bagi mereka yang senasib sama gua, hal ini adalah sebuah masa pencarian makna hidup. Bahaha! Karena, ada mahasiswa yang lebih gak beruntung dari gua, ketika bisa lulus-mereka harus ngulang mata kuliah hitungan di psikologi. Praktis masa studi mereka akan lebih panjang. Saat ini, pertanyaan buat gua adalah : masih sengep sama hitungan psikologi?

Lumayan..

Suka gak suka, bahkan skripsi gua bisa dipertahankan karena nyelipin jurnal kuantitatif.

Suka gak suka, cuma hitungan psikologi gua bisa sampe belajar angka jadi huruf-huruf jadi angka ketika statistik, penyusunan skala psikologi, sama tes-tes psikologi. Hal itu bikin psikologi jadi unik, sekaligus bikin penilaian orang-orang diluar ketika melihat seseorang kuliah psikologi : kuliah psikologi susah ya, jadi urung.

Eits..urung bro kuliah psikologi? Cek ketikan gua selanjutnya dong..

Keep Calm and Digit Span

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun