Mohon tunggu...
Agung Santoso
Agung Santoso Mohon Tunggu... Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Tertarik dengan isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merindu Standar Pemimpin Jawa

12 Juni 2025   15:26 Diperbarui: 12 Juni 2025   15:26 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Artificial Intelligent

Di era digital dengan arus informasi yang serba cepat dan padat, manusia kerap kali memperoleh ilmu secara instan. 

Beragam keterampilan teknis kini tersedia melimpah di YouTube dan platform media sosial lainnya. Ilmu kepemimpinan pun bisa diakses dengan mudah cukup beberapa sentuhan di layar ponsel, ratusan artikel dan video siap dikonsumsi.

Tentu ini bukan hal yang keliru. Ini adalah hasil dari kehendak zaman. Namun, seperti pepatah lama bilang, "tak ada gading yang tak retak." Di balik siang ada malam, di balik terang ada bayang. Semua adalah satu paket keseimbangan semesta. 

Dan di tengah derasnya ilmu 'cepat saji', kita kerap kehilangan sesuatu yang lebih dalam rasa dan makna.

Kepemimpinan ala search engine terasa kering dari laku batin. Kering dari refleksi. Di situlah, muncul rasa rindu: pada pemimpin yang tidak hanya memerintah, tetapi juga mengayomi. 

Pemimpin yang tidak hanya menguasai retorika, tetapi paham kapan harus diam. Pemimpin yang bukan hanya ahli strategi, tetapi juga punya rasa.

Dalam budaya Jawa, kita mengenal sebuah pedoman kepemimpinan luhur yang diwariskan sejak masa lampau yakni Asto Brata. Ia berasal dari petuah Sri Rama kepada adiknya, Wibhisana, ketika hendak naik takhta. 

Delapan nilai ini dihayati sebagai jalan hidup bagi pemimpin yang ingin memayu hayuning bawana menata dunia agar lebih baik dan damai.

Secara sederhana asto broto delapan jalan atau prinsip utama yang harus menjadi bekal dalam memimpin. Delapan prinsip ini meneladani unsur-unsur alam seperti Surya Brata (Meneladani Matahari), Candra Brata (Meneladani Bulan), Kartika Brata (Meneladani Bintang), Angkasa Brata (Meneladani Langit), Maruta Brata (Meneladani Angin), Samudra Brata (Meneladani Laut), Dahana Brata (Meneladani Api), dan Bhumi Brata (Meneladani Bumi). 

Tentu catatan singkat saya ini bukan yang paling otoritatif untuk menceritakan asto broto, lebih banyak tokoh dan punggawa yang lebih kredibel sebut saja mantan presiden Soeharto, Yasadipuro 1, Prof. Dr. Suwardi Endraswara, Emha Ainun Nadjib bahkan Dinas Kebudayaan DIY. Kesemuanya barangtentu lebih "maknyess" tafsirnya namun saya hanya mencoba menjadi notifikasi pelan di balik riuhnya jagad social media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun