Mohon tunggu...
Healthy Pilihan

Bisakah Semua Orang Menjadi Pelari Marathon?

24 Oktober 2017   19:46 Diperbarui: 24 Oktober 2017   19:52 3666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lari Maraton. Nama cabang olahraga ini pasti sudah sangat tidak asing di telinga kita bukan?  Menurut Wikipedia, Maraton adalah ajang lari jarak jauh sepanjang 42,195 km yang dapat ditempuh sebagai lomba di jalan raya maupun luar jalan raya (offroad). Nama maraton berasal dari legendaPheidippides, seorang prajurit Yunani, yang dikirim dari kota Marathon, Yunani ke Athena untuk mengumumkan bahwa bangsa Persia telah dikalahkan pada Pertempuran Marathon. Dikisahkan bahwa ia berlari tanpa berhenti tetapi meninggal begitu berhasil menyampaikan pesannya tersebut.

Jarak yang ditempuh dalam lari maraton lebih dari 40 km. Tentu ini bukanlah jarak yang dekat. Jika ditempuh dengan mobil, maka akan memakan waktu hampir satu jam. Jika ditempu dengan berlari pasti akan lebih lama lagi.

Lari dengan jarak sejauh itu, belum lagi ditambah dengan medan -- medan yang tidak selalu rata tentunya bukan hal yang mudah dan melelahkan. Banyak yang berhasil tapi tidak sedikit pula yang kelelahan di tengah jalan. Bahkan, ada yang meninggal di tengah jalan.

Meninjau fakta-fakta tersebut, olahraga lari maraton jelas merupakan olahraga yang menantang. Dibutuhkan stamina yang kuat dan atlet yang terlatih secara profesional. Namun, pernahkah Anda berkeinginan untuk mencoba berlari maraton? Atau malah Anda sudah pernah melakukanya? "Apakah manusia tanpa cacat fisik dapat berlari maraton sama baiknya dengan kebanyakan orang yang bisa melakukanya?"

Sebelum menelisik lebih jauh, perlu kita ketahui bahwa aktivitas fisik sangat erat kaitanya dengan otot,  jantung dan pernafasan. Saat kita melakukan aktivitas fisik seperti berlari atau mengangkat beban, kita akan merasakan detak jantung kita bedetak semakin cepat. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena saat kita melakukan aktivitas fisik, otot kita berkontraksi. Saat berkontraksi, otot memerlukan banyak oksigen. Oksigen itu sendiri didapatkan dari sel-sel darah merah yang mengalir ke otot. Maka, jika kita melakuka aktivitas fisik detak jantung meningkat karena ia berusaha untuk mengalirkan lebih banyak sel darah pembawa oksigen yang dibutuhkan oleh otot.

Pernahkan Anda merasa nyeri otot saat kembali berolahraga setelah lama tidak melakuanya? Atau mungkin merasa nyeri otot saat melakukan olahraga yang Anda tidak biasa melakukanya? Otot manusia tidak bisa serta merta dipaksakan begitu saja. Ada proses yang harus dilalui. Sama halnya dengan pelari maraton yang banyak kita jumpai. Mereka telah berproses bertahun- tahun. Mereka "dicetak" sesuai dengan kebutuhan. Contohnya, latihan dan pembentukan fisik untuk pelari maraton akan berbeda dengan latihan dan pembentukan fisik untuk pelari sprint. Lalu bagaimanakah cara  otot bisa terbentuk karena latihan?

Proses kontraksi otot sendiri diawali dengan datangnya impuls saraf. Otot anda mulai membesar dimulai ketika ada impuls yang akan mengenai bagian sinapsis atau bagian saraf dan serabut otot yang dipenuhi juga dnegan asetil kolin. Asetil kolin inilah yang nantinya akan menyerap ion kalsium ke serabut otot yang menyebabkan sisi aktif pada filament yang tipis. Selanjutnya akan terbentuk sebuah jembatan yang terbentuk dari kepala miosin dan juga filamen tipis. Energi kemudian akan terbentuk dan dilepaskan kearah filamen yang tipis hingga membuat filamen tipis menjadi berkerut. Hal inilah yang membuat otot juga ikut berkerut dan berkontraksi.

Kontraksi otot tersebut akan terus terjadi selama ada rangsangan. Jadi bisa disimpulkan bahwa proses pembesaran otot sangat tergantung pada rangsangan ion kalsium yang akan diserap dan disalurkan ke filament. Selain kontraksi otot, otot juga akan melakukan relaksasi. Untuk melakukan kontraksi otot dibutuhkan juga energi. Kini kita sudah lebih tahu tentang bagaimana terjadinya kontraksi otot dan juga apa yang dibutuhkan untuk kontraksi otot.

Pelari maraton dalam lomba dan latihan menempuh jarak lari yang jauh. Untuk menempuh jarak yang jauh, maka kekuatan dan daya tahan (endurance) menjadi sangat penting. Para pelari maraton juga sebaiknya tidak memiliki berat badan yang tinggi karena dapat memperlambat langkahnya dan dalam jangka panjang akan membabani. Hal ini berbeda dengan pelari sprint yang biasanya memiliki bobot yang lebih karena memiliki masa otot yang lebih. Masa otot ini yang akan membantu sprinter untuk berlari secepat-cepatnya.

Dari segi tinggi badan, pelari maraton biasanya memiliki tubuh yang tinggi. Kaki mereka juga panjang. Hal ini akan sangat memudahkan mereka dalam berlari. Langkah mereka akan menjadi lebih jauh sehingga mereka dapat menyelesaikan perlombaan lebih cepat tanpa menghabiskan tenaga yang begitu banyak.

Kembali ke pertanyaan awal mengenai bisakah seseorang yang tidak memiliki cacat fisik berpotensi untuk menjadi seorang pelari maraton. Untuk menjawabnya, kita harus menelisiknya kira-kira yang utama dari segi perawakan terkait massa otot dan sebagai pendukungnya mengenai tinggi badan.

Bentuk tubuh manusia berbeda beda. Ada yang kurus dan ada yang gemuk bahkan ada yang relatif ideal. Dalam dunia kebugaran bentuk tubuh dikenal menjadi tiga secara umum yaitu eksomorf, mesomorf dan endomorf. Orang dengan tipe tubuh eksomorf memiliki ciri-ciri kurus. Orang dengan tipe tubuh endomorf memiliki ciri-ciri berbadan gemuk. Orang dengan tipe tubuh mesomorf memiliki ciri-ciri tubuh yang relatif ideal.

Manusia memiliki bentuk tubuh seperti di atas sejak lahir. Maka tidak heran jika kita sering melihat ada orang yang kurus biasanya tetap saja kurus meskipun porsi makanya cukup banyak, ada orang yang sudah diet tapi tidak kunjung kurus sedangkan ada yang tetap ideal. Hal ini disebabkan karena bentuk tubuh manusia terpengaruh secara genetik. Ini terkait dengan massa ratio massa otot.

Namun, menurut salah satu situs web tentang kebugaran, programfitnes.com mengatakan bahwa bentuk tubuh bawaan bukanlah harga mati. Bagaimanapun bentuk tubuh atau massa otot bawaan tetap bisa dilatih. Tentu setiap jenis bentuk tubuh memiliki perhatian, porsi latihan dan asupan yang berbeda-beda.

Jika situs kebugaran menyatakan bahwa bagaimanapun bentuk tubuh atau otot seseorang secara bawaan tetap bisa dilatih, maka hal ini harusnya berlaku pula pada otot yang ada di kaki. Jika sering dilatih secara bertahap dengan pola dan perhatian yang benar, maka pastilah bisa terbentuk otot kaki yang cukup kuat. Meski demikian, mungkin hasilnya akan berbeda satu orang dengan yang lain.

Hal kedua yang perlu ditinjau adalah tinggi badan. Seperti disebutkan diatas, seorang pelari maraton umumnya memiliki tubuh yang tinggi dan kaki yang panjang. Jika berbicara mengenai tinggi badan dan panjang kaki, maka hal tersebut akan  berkaitan dengan tulang. Lantas apakah tinggi badan seseorang merupakan bawaan dari lahir? Apakah tinggi badan bisa dipicu? Apa saja yang mempengaruhi tinggi badan?

Menurut jawaban dr. Arnold Fernando di alodokter.com, Tinggi badan seseorang ditentukan oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor itu antara lain adalah faktor genetik, ras dan asupan nutrisi selama pertumbuhan. Ada juga faktor-faktor lain seperti penyakit dan kebiasaan merokok dan menggunakan obat steroid.

Umumnya, tinggi badan anak tidak berbeda jauh dari tinggi badan orang tuanya. Hal ini sudah lumrah dan menjadi rahasia umum. Situs Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam situsnya menyediakan "Kalkulator Tinggi Potensi Genetik". Situs itu dapat menghitung rentang perkiraan tinggi badan anak dengan cara memasukkan data tinggi badan orang tuanya. Anda dapat mengaksesnya di http://www.idai.or.id/professional-resources/growth-chart/kalkulator-tinggi-potensi-genetik

 Namun tinggi badan ini masih dapat dipicu dengan melakukan berbagai olahraga misalnya lompat tali atau rope skipping dan berenang. Olahraga itu akan semakin besar manfaatnya jika dibarengi dengan konsumsi makanan bergizi dan mengandung kalsium serta istirahat yang cukup dan menghindari obat-obatan yang tidak disarankan dokter. Meski demikian, hasilnya tetap terkait tinggi bawaan. Misalnya, jika seseorang memiliki potensi tinggi badan yang sudah di atas rata-rata, maka dengan semakin dipicu, tubuhnya akan semakin tinggi. Sedangkan, pada orang yang memiliki potensi tinggi badan yang tidak terlalu tinggi, jika dipicu akan tetap lebih tinggi meskipun tidak bisa semaksimal orang yang dari awalnya telah memiliki potensi tubuh yang lebih tinggi.

Hal ketiga yang tak kalah penting adalah kapasitas paru-paru. Seperti yang disebutkan diatas, saat otot berkontraksi otot membutuhkan banyak oksigen. Untuk memenuhi kebutuhan ini, paru-paru perlu menghirup udara lebih dalam dan lebih banyak.

Kapasitas dan kekuatan paru-paru seseorang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada fisik seseorang dan lagi-lagi pada genetik. Maka tak heran jika etnis tertentu seperti orang-orang kulit hitam yang berasal dari Afrika banyak yang sangat unggul dalam berbagai cabang olahraga. Dalam dunia tarik suarapun mereka biasanya unggul. Di Indonesia, orang-orang suku Batak sudah sangat terkenal dalam keunggulan mereka dalam dunia tarik suara. Mereka terkenal karena power (kekuatanya).

Namun, seperti yang sebelum-sebelumnya, meskipun kapasitas dan kekuatan paru-paru merupakan turunan secara genetik, tidak menutup kemungkinan untuk bisa berkembang dengan latihan. Sebut saja sang penyanyi seriosa kawakan Luciano Pavortti. Ia, adalah seorang Italia tetapi ia memiliki kekuatan nyanyian yang kuat.

Sayangnya, kasus seperti Luciano Pavortti tidak banyak terjadi. Pada umumnya, orang-orang kulit hitam cenderung tetap lebih kuat dalam pernafasan. Hal ini barangkali memang sudah diturunkan secara genetik. Kita bisa melihat dari nyanyian tradisional Afrika dan lagu-lagu negro spiritual yang umumnya akan lebih bagus jika dinyanyikan dengan tenaga yang kuat karena seperti itulah pembawaan aslinya.

Setelah kita meninjau dari segi otot, jatung dan paru-paru dan melihat "spesifikasi" seorang pelari maraton, marilah kita kaitkan kembali pada pertanyaan awal, "Apakah manusia tanpa cacat fisik dapat berlari maraton sama baiknya dengan kebanyakan orang yang bisa melakukanya?"

Pertama-tama perlu diketahui bahwa yang dimaksud manusia tanpa cacat fisik dalam hal ini adalah manusia yang memiliki dua tangan dan dua kaki yang normal terlepas dari bagaimana postur tubuh yang mereka miliki. Maka dalam hal ini orang yang memiliki tubuh tambun atau tinggi badan yang kurang akan disetarakan dengan orang-orang yang secara alami (secara genetik) memiliki postur yang lebih ideal dan cocok dengan "spesifikasi" pelari maraton. Ini tentu tidak dapat dianggap valid. Spesifikasi pelari maraton pasti diciptakan karena setiap ketentuanya memiliki pengaruh dan orang yang tidak memiliki spesifikasi tersebut pasti tidak dapat melakukanya dengan maksimal.

Dalam artikel yang dipublikasikan oleh dailymail.co.uk, sekelompok ilmuan melakukan penelitian tentang masalah ini. Setidaknya satu dari lima orang memiliki kombinasi gen yang membuat mereka lemah dalam urusan lari jarak jauh. Menurut Prof. Jamie Timmons dari Loughborough University, 20% orang yang menjadi relawan dalam penelitianya dibri porsi latihan maraton yang sama. Hasilnya, 20% orang tersebut tidak mengalami perkembangan bahkan ada yang bertambah buruk.

Jadi, kali ini penulis kurang setuju jika semua manusia tanpa cacat fisik dapat berlari maraton sama baiknya dengan kebanyakan orang yang bisa melakukanya. Hal ini terutama terkait masalah genetik. Otot, postur tubuh dan lain-lain banyak sekali yang depengaruhi genetik. 

Maka, selalu ingat bahwa olahraga itu penting, tetapi kenalilah diri Anda. Lakukan sewajarnya. Memaksakan diri secara fisik juga merupakan tindakan yang kurang bijaksana. Semoga tulisan ini dapat membuka pikiran kita. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pembaca dan semua orang yang telah menyediakan referensi. Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya bila ada kesalahan kata-kata dan lain sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun