Tidak adil orang yang menimbun harta untuk dirinya. Kekayaannya sesungguhnya milik orang miskin yang mampir di kantongnya. Ia tidak boleh berdalih harta yang ia miliki hasil kerja keras dan kecerdasannya. Allah mengecam mental menumpuk harta. Kepada pesohor dan penguasa, Ia berkata, "Kamulah yang merusak kebun anggur-Ku; hasil rampasan dari orang miskin ada di rumahmu! Mengapa kamu menginjak-injak umat-Ku dan menggiling wajah orang-orang miskin?" (Yes 3:14-15). "Camkanlah ini, hai kamu orang kaya, menangislah dan merataplah atas sengsara yang akan menimpa kamu!" (Yak 5:1).
Kedua, kepedulian sosial juga berkaitan dengan kebenaran. Gereja Katolik mengajarkan, Allah adalah sumber dan kepenuhan kebenaran. Dalam Yoh 14:6, Yesus berkata, "Akulah jalan, kebenaran, dan hidup". Kebenaran bukan sekadar konsep, tetapi pribadi, yaitu Yesus Kristus sendiri. Mengenal kebenaran berarti mengenal Allah dan hidup dalam relasi dengan-Nya. Orang yang hidup dalam kebenaran memandang wajah Allah dalam pribadi orang lain. Yesus berkata, "sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku" (Mat 25:40).
Peduli kepada sesama, secara nyata khususnya yang menderita, adalah tindakan dalam kebenaran. Rasul Yohanes menasihatkan kepada kita, "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimana kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran" (1 Yoh 3:17-18). Hanya dalam dan melalui kebenaran Ilahi tindakan kepedulian sosial menemukan makna sejatinya. Di luar itu, kepedulian bisa jadi sebatas sensasi.
Siapa yang Perlu Diberi Kepedulian Sosial?
Namun, siapa sesama manusia yang layak mendapatkan kepedulian dan keadilan? Kitab Suci mengajarkan bahwa semua orang adalah sesama yang layak dikasihi. Namun secara khusus, perhatian Allah tertuju kepada mereka yang rentan dan menderita: orang miskin, anak yatim, kaum tertindas, dan orang miskin. Mzm 82:3 berkata, "Berikanlah keadilan kepada orang lemah dan anak yatim, belalah hak orang yang tertindas dan orang miskin! Mengapa perhatian Allah besar bagi kelompok ini? Karena orang lemah dan orang miskin sering kali menjadi korban kekejian orang fasik (bdk. Mzm 82:4).
Selain itu, Kitab Suci juga menyebut secara eksplisit orang lapar, orang haus, orang asing (pendatang atau pengungsi), orang yang telanjang (termasuk berpakain tidak layak), orang sakit, dan orang di penjara. Tuhan malah mengumpamakan diri-Nya dengan kelompok ini. "Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku" (Mat 25:35-36). Mereka adalah orang yang terlupakan.
Bagaimana dengan orang yang pura-pura miskin atau dipenjara karena korupsi dan kejahatan berat? Tepatkah peduli kepada mereka? Ingat, prinsip belas kasih adalah tanpa syarat. Yesus berkata, "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar" (Mat 5:44-45). "Jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu" (Mat 6:4).
Namun demikian, perbuatan belas kasih hendaklah tepat sasaran agar lebih berdaya guna. Perlu juga adanya kebijaksanaan dan kehati-hatian. Dalam Amsal 14:15 dikatakan, "Orang yang tak berpengalaman percaya kepada setiap perkataan, tetapi orang yang bijak memperhatikan langkahnya". "Sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati" (Mat 6:10). Dalam pelayanan kepada sesama, boleh dan perlu ada pembedaan roh untuk memastikan bantuan tepat sesuai kebutuhan supaya adil. Memang yang paling penting adalah bantuan diberikan dengan tulus dan tanpa pamrih, tetapi hendaknya berbuah baik juga.
Bagaimana Kepedulian Sosial Diwujudkan?
Kepedulian sosial bukan teori, melainkan praktik nyata. Kitab Suci menunjukkan berbagai bentuk kepedulian, seperti memberi makanan, pakaian, tumpangan, perlindungan hukum, kunjungan, bahkan pembelaan. Konkretnya seperti Perumpamaan Orang Samaria yang Baik Hati dalam Lukas 10:33-35. Kepedulian sosial orang Samaria diawali dengan sikap batin yang digerakkkan oleh rasa belas kasihan, dilanjutkan dengan tindakan nyata mengangkat orang itu, membersihkan dan membalut luka-lukanya, lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya hingga sembuh total.
Wujud kepedulian juga dapat dinyatakan lewat berbagi seperti kehidupan Jemaat Perdana dalam Kis 2:41-47. Sebagai satu komunitas, "semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. Mereka selalu menjual harta milik mereka dan membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing" (Kis 2:44-45). Jemaat Mula-mula adalah komunitas umat beriman yang paling ideal sepanjang masa. Jemaat masa kini hendaknya meniru cara-cara kelompok ini memandang kekayaan dalam hubungannya dengan sesama. Prinsip keadilan sungguh nyata.