Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Formasi Diri, Keluarga Mengupayakan Kemapanan Diri yang Konsisten dan Produktif

30 Juli 2025   09:31 Diperbarui: 30 Juli 2025   09:25 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keluarga menjadi komunitas penting dalam formasi diri. Diambil dari:https://kidpreneurs.org/family-business-ideas/ 

Penulis novel Perancis, Honore de Balzac, berusaha menggambarkan secara lengkap peradaban modern ini dalam karyanya yang besar, The Human Comedy. Ia pernah mengatakan, "Tak ada hambatan yang lebih besar dalam menjalin hubungan baik dengan sesama daripada tidak menerima diri sendiri." Kemampuan dan kemapanan diri dalam konsistensi untuk terus mengembangkan potensi diri dan sosial menjadi awal sekaligus penentu yang vital. Pribadi yang mampu bertumbuh dan berkembang sejatinya ditentukan oleh keputusan diri sendiri untuk maju dan bergerak produktif.

Setiap pribadi sudah seharusnya berubah dan mengusahakan formasi diri dengan belajar sepanjang hayat karena dunia terus bertumbuh, berkembang, dan berubah setiap detiknya. Perubahan dan pergerakan dunia yang begitu cepat seiring dengan kemajuan berbagai sisi kehidupan sudah seharusnya menjadi motivasi setiap pribadi untuk terus-menerus belajar memaknai kehidupan ini sehingga tidak tertinggal jauh di belakang dalam ketidakmampuan bahkan dalam keluh dan ratapan penyesalan yang tak kunjung memberikan solusi untuk maju.

Plato, ahli filsafat, menekankan dengan sangat mantap bahwa kemenangan yang pertama dan yang terbaik dalam hidup adalah menaklukkan diri sendiri. Setiap pribadi sejatinya mampu mengendalikan pikiran, hati, tindakan, dan komitmen diri. Proses formasi diri berjalan sepanjang hayat dalam setiap lingkungan maupun komunitas yang dialami setiap saat. Lingkungan dan setiap orang di sekitar kita sesungguhnya menjadi sarana yang baik untuk memformasi diri yang akan mampu menaklukkan diri menuju pada pribadi yang utuh dan selalu produktif positif.

Keluarga menjadi sarana yang ampuh dan utama dalam mengusahakan formasi pendidikan pada setiap pribadi. Menjadi orang tua yang baik dan konstruktif pada anak-anak patut diusahakan setiap saat sehingga anak-anak bertumbuh dengan baik dan berkembang potensinya. Formasi diri menjadi orang tua yang baik, berarti siap berpikir secara positif pada setiap pribadi di keluarga, meluangkan ketulusan hati untuk berdamai dengan masa lalu dan keadaan yang sedang dihadapi sebagai sebuah pembelajaran hidup, serta selalu bertindak dan berkomitmen pada kebaikan yang menumbuhkembangkan inspirasi dan motivasi setiap anggota keluarga yang bangga dan bahagia dengan keluarganya.

Anak-anak dalam keluarga pun menjalani formasi diri yang berkelanjutan sepanjang hayat. Segala situasi dalam keluarga pastinya memberikan dampak pada formasi diri mereka yang pada akhirnya memberikan karakter tertentu bagi mereka dalam berpikir tentang kehidupan, dalam mengolah rasa tatkala menghadapi pengalaman hidup, dan dalam bertindak yang terkait dengan sikap pribadi maupun relasi dengan sesama.

Dorothy Law Nolte pernah menuliskan tentang anak-anak belajar dari kehidupannya.

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.

Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.

Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri.

.......

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar kepercayaan.

Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri.

Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar

menemukan cinta dalam kehidupan.

Anak-anak akan belajar dengan kehidupannya. Keluarga menjadi tempat pertama dan utama dalam proses belajar kehidupan. Formasi diri menjadi pribadi yang utuh dan menyeluruh bagi anak-anak dimulai dari keluarga, bersama orang-orang terdekatnya, orangtua dan saudara. Sejatinya pendidikan pun berangkat dari keluarga sehingga sekolah tidak bisa menggantikan peran keluarga. Kolaborasi dan sinergi keluarga dan sekolah justru menjadi terobosan yang baik dalam mengusahakan pendidikan yang bermakna dan kontekstual.

Habitus dan tanggung jawab menjadi sarana ampuh membangun karakter. Diambil dari: https://evolvetreatment.com/blog/giving-kids-responsibilities/
Habitus dan tanggung jawab menjadi sarana ampuh membangun karakter. Diambil dari: https://evolvetreatment.com/blog/giving-kids-responsibilities/
Keluarga sebagai komunitas utama dan pertama dalam formasi diri sejatinya menjadi perhatian penting dalam bertumbuh kembang di lingkungan, sekolah, masyarakat, atau pun berbagai komunitas. Habitus-habitus baik dan positif dalam keluarga seharusnya terjadi secara konsisten dan dilakukan dalam ketekunan yang menggembirakan, bukan keterpaksaan. Orang tua dan anak-anak menikmati konsistensi ini sebagai sebuah kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang sebagai anak dan sebagai orang tua.

Habitus-habitus baik dan positif dapat dilakukan lewat kegiatan-kegiatan bersama dalam komitmen dan kegembiraan. Ada begitu banyak habitus baik dalam keluarga yang bisa dilakukan, seperti: doa malam bersama yang di dalamnya ada kesempatan untuk saling mendoakan; berkumpul bersama tanpa handphone sehingga bisa saling bercerita dan mendengarkan di jam-jam tertentu; jalan-jalan kecil di sekitar perumahan; olah raga bersama; bertaman bersama; membaca buku setiap hari bersama-sama; makan malam selalu dilakukan bersama dalam keluarga; dan masih banyak lagi habitus baik dan positif yang bisa dikreasikan dalam keluarga.

Selain itu, tanggung jawab sederhana dalam keluarga pun dapat diberikan ke masing-masing pribadi sebagai tanggung jawab rutin setiap hari. Tanggung jawab ini menjadi sarana keteladanan dan perhatian satu sama lain dalam dinamika keluarga yang akan membantu menumbuhkembangkan karakter diri yang bertanggung jawab dan merasa dipercaya. Sejak usia tiga tahun, saya memberi anak saya tanggung jawab untuk mengecek dan mengunci pintu utama rumah dengan kode "Tugas Negara". Ketika dia lupa dan kami mengingatkan "Tugas Negara", dia paham dan segera melakukan tanggung jawabnya. Bahkan di usia lima tahun, dia mendapat tanggung jawab tambahan sebagai koordinator doa keluarga: mengajak semua anggota keluarga berdoa dan dia memimpin doa malam sebelum tidur.

Akhirnya, menjadi sebuah kepercayaan besar bahwa formasi diri hendaknya menjadi nafas kehidupan bagi kita semua untuk diusahakan secara terus-menerus (ongoing formation). Keluarga menjadi tempat yang kontekstual dan utama untuk mengusahakan formasi diri sepanjang hayat dalam konsistensi dan produktif pada hal-hal baik dan positif. Saatnya hidup ini untuk selalu dihidupi dalam kebermaknaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun