humanisme dalam setiap pribadi yang ada, baik guru, siswa, karyawan, dan stakeholder yang terlibat. Sekolah bukanlah tempat untuk menjadikan anak cerdas dan pintar dalam kemampuan kognitif belaka, karena ini menjadikan sekolah sama dengan tempat bimbingan belajar atau les pelajaran saja. Sekolah menjadi tempat sekaligus kesempatan bermakna untuk semakin bertumbuhnya
Sebuah tragedi yang menyedihkan ketika anak pergi sekolah hanya untuk memahami materi, menghafal, diuji, diberi tugas, dan mengerjakan pekerjaan rumah. Sekolah begitu membosankan dan menjadi beban yang tak kunjung usai.
Biarkan anak-anak menikmati sekolah sebagai sebuah kesempatan bereksplorasi, berekspresi, dan beraktualisasi dalam realita dan inspirasi kehidupan. Perjumpaan dengan teman, guru, dan karyawan di sekolah menjadi kesempatan yang bermakna untuk berdinamika sebagai komunitas pembelajar yang bersama-sama mengusahakan pengalaman edukatif dan merangkainya dalam makna-makna kehidupan yang sangat inspiratif.
Menjadi pintar dalam urusan kognitif sesungguhnya mudah, dengan dilatih dan dipaksa menguasai segala materi dalam target dan tekanan. Namun, menjadi cerdas dalam kehidupan sosial dan kedalaman jiwa sesungguhnya membutuhkan proses panjang dan terus-menerus sebagai sebuah habitus.Â
Bertingkah santun dalam komunikasi, beretika dalam tindakan, berempati dan simpati pada sesama, bernalar mendalam, berhati nurani dalam setiap kesempatan, dan berkomitmen pada kebenaran-kebaikan merupakan proses belajar sepanjang hayat yang harus diusahakan dalam mendidik anak di manapun dan kapanpun.Â
Sekolah sejatinya menjadi kesempatan yang indah dan menarik bagi siapapun untuk menemukan dan mengembangkan esensi kehidupan sebagai manusia humanis.
#Catatan Pendidikan 2, sebuah uraian sederhana dalam rangka membangun kesadaran pentingnya humanisme dalam kenyataan pendidikan sehingga humanisme tidak hanya sekadar teori yang terjebak dalam persepsi dan paradigma belaka.