Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Humanis (18): Menulis, Inspiratif dan Reflektifnya Pembelajaran

23 September 2021   04:05 Diperbarui: 23 September 2021   04:18 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukankah ini yang menjadi nafas sebuah pendidikan, bahwa pendidikan bukan menghakimi tetapi justru memberi semangat bagi anak-anak didik untuk selalu belajar dan memaknai hidup.

Tulisan-tulisan yang sudah dibaca dan diberi komentar oleh sang guru dikembalikan ke anak-anak. Tulisan itu akan menjadi harta sendiri bagi mereka sebagai catatan hidup mereka. 

Suatu saat ketika mereka membacanya lagi, percayalah senyum dan air mata itu pun akan terjadi. Yang akhirnya akan membawa mereka pada sebuah kesadaran akan begitu bernilainya hidup ini.

Menulis itu Perjuangan

Menulis bak anak emas bagi sang guru yang selalu menemani pembelajaran bersamanya. Menulis dan menulis, itulah yang terjadi. Bahkan di awal tahun pelajaran sang guru selalu mengatakan bahwa siapa saja yang mampu menulis di media cetak, baik cerpen, opini, maupun surat pembaca maka sang guru akan memberi bonus nilai. Dan, di akhir setiap bulan sang guru selalu bertanya, "Siapakah yang tulisannya sudah terbit di media massa?"

Suatu pagi seorang murid tampak berteriak memanggil sang guru, "Pak.... Surat Pembaca saya dimuat di Kompas." Sang murid itu tampak bahagia sekali seperti baru saja memenangkan pertandingan besar. 

Sang guru pun tersenyum lebar dan berkata, "Kamu hebat. Saya bangga dengan kamu. Jangan pernah berhenti menulis!" Rupanya menulis telah membuat orang bahagia dan bangga pada dirinya.

Di lain waktu juga ada seorang anak datang pada sang guru dan berkata, "Pak, saya itu sudah mencoba menulis di media delapan kali, kok tidak ada satu pun yang dimuat." Kembali sang guru pun hanya bisa tersenyum dan berkata, "Dulu saya malah sampai lima belas kali, baru tulisan pertama saya dimuat." Sang anak pun bangkit dan berkata, "Jadi, kalau tulisan saya yang kesembilan dimuat, saya lebih hebat dari pak guru." Sang guru pun mengangguk dengan mantap.

Akhirnya tulisan anak itu dimuat juga di sebuah media lokal berupa opini. Itu adalah tulisan dia yang ke sepuluh, bukan yang kesembilan. Namun anak itu lebih hebat dari sang guru. Itulah lika-liku menulis. 

Menulis membutuhkan perjuangan. Dan dengan menulis anak-anak belajar tentang nilai-nilai hidup yang nyata seperti rasa sabar, kreatif, dan gigih dalam perjuangan.

Menulis telah membawa aroma dan warna tersendiri dalam sebuah pembelajaran. Menulis telah mengalirkan air kehidupan untuk siapa saja yang bersedia bertekun dan berjuang dengannya. Menulis menjadi catatan sejarah tersendiri dan pada saatnya nanti akan membuat penulisnya dan pembacanya menyadari nilai-nilai di balik semua itu. Menulis adalah pembelajaran reflektif  dalam untaian kata demi kata yang mengalun dalam alur dan pesan di dalamnya. Mari menulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun