Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kembali ke Kandang Hari ke-16: Mari Kembali pada Saat Sekarang!

21 Agustus 2021   19:01 Diperbarui: 21 Agustus 2021   19:01 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi. generateleadership.com

Orang yang tidak dikuasai oleh masa depan bagaikan kawanan burung di angkasa dan rumpun bunga bakung di padang. Ia tidak khawatir akan hari esok. Segalanya adalah hari ini.

Saat sekarang adalah sebuah kenyataan hidup yang sejatinya harus diterima dan dihidupi dalam semangat untuk membangun optimisme diri dan sekaligus kelegaan batin yang memantapkan jiwa. Masa lalu menjadi kenyataan yang harus ditinggal di belakang sebagai pembelajaran hidup atas sejarah perkembangan budi dan nurani. Masa depan menjadi gambaran hidup yang akan diusahakan meskipun segala sesuatu ada di tangan Sang Pencipta sebagai penyelenggara ilahi.

Sekarang, saat ini, hidup kita berada dalam sebuah kenyataan yang harus segera disadari dan melakukan apa yang harus dilakukan dalam sebuah kesadaran untuk mengusahakan intisari kehidupan dalam kesatuan hati, budi, dan tindakan.

Seorang prajurit Jepang ditangkap oleh musuhnya dan dimasukkan ke dalam penjara. Semalaman ia tidak dapat tidur, karena yakin bahwa keesokan harinya ia akan disiksa dengan kejam. Tiba-tiba kata Guru Zen-nya terlintas dalam ingatan.

"Hari esok bukanlah kenyataan. Satu-satunya kenyataan adalah saat sekarang ini." Maka ia kembali pada saat sekarang dan tertidur lelap.

Illustrasi. bobsawvelle.com
Illustrasi. bobsawvelle.com
Masa depan yang tergambar dalam pikiran kadangkala begitu kuat mempengaruhi seluruh jiwa dan raga seolah-olah itu adalah kenyataan sekarang ini. Pemikiran-pemikiran yang menjadi bayang-bayang liar seringkali tajam menusuk rasa dan menutup logika tanpa daya. 

Seperti halnya prajurit Jepang itu, tak bisa menikmati malam dalam penjara tatkala bayang-bayang penyiksaan terus menggerogoti nalar logika dan ketenangan batinnya, padahal semua itu belum tentu menjadi kenyataan.

Memaknai keadaan sekarang adalah sebuah urgensi dalam kehidupan sehingga pikiran, hati, dan tindakan tertuju pada realitas kehidupan yang harus dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan. Sebuah kesia-sian tatkala seorang prajurit yang tersekap di penjara harus menghabiskan waktu dengan segala pikiran liarnya tentang hari esok.

 Sebuah kenyataan: ada dalam penjara, dalam kesendirian, dalam gelapnya malam, dan dalam ketidakberdayaan. Semua itu telah menjadi kesadaran prajurit itu akhirnya, sehingga dia bisa menikmati malam dalam lelap, dalam ketenangan pikiran dan kelegaan hati.

Illustrasi. money.usnews.com
Illustrasi. money.usnews.com
Saatnya untuk kembali ke kandang, diri kita masing-masing, untuk melihat kembali ke dalam diri kita masing-masing, apakah kita terjebak pada masa lalu atau pun masa depan? Apakah kita terperangkap dalam pikiran dan perasaan begitu liar yang justru memberikan ketakutan dan kekhawatiran dalam diri di masa sekarang? 

Saatnya mengembalikan semuanya dalam pikiran sehat dan hati yang lapang untuk selalu memaknai saat ini. Yakinlah, semesta dan Sang Pencipta sudah mempunyai skenario besar atas hidup kita, dan kita sudah waktunya memainkan peran kehidupan dengan sungguh-sungguh dalam iman, harapan, dan kasih.

Illustrasi Kembali ke Kandang. wallsheaven.co.uk
Illustrasi Kembali ke Kandang. wallsheaven.co.uk
@ Kembali ke Kandang, adalah sebuah permenungan hidup di malam hari menjelang menuju pembaringan jiwa dan raga setelah seharian merangkai kisah kehidupan lewat segala dinamika yang ada. Terinspirasi dari buku "Burung Berkicau" karya Anthony de Mello SJ (1984, Yayasan Cipta Loka Caraka), renungan malam dalam bingkai "Kembali ke Kandang" ini mencoba memaknai hidup yang penuh makna ini sehingga hidup menjadi lebih hidup lewat kutipan kisah penuh makna dari Anthony de Mello.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun