Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (66): Menata Puzzle Kehidupan

10 April 2021   04:04 Diperbarui: 10 April 2021   04:07 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. www.pinterest.com

Pada masa-masa itu aku sangat patah hati dan hampir tidak ingin menumpahkan tinta dalam buku kehidupanku. Bisa dibilang aku berada dalam kondisi koma... dan dalam waktu yang lama. 

Rasa sakit hati yang kualami lebih dalam lagi ketika aku melihat koran yang meliput berita kejadian itu. Rasanya seperti dua daun paling hijau meninggalkan ranting pohon. Yah kupikir itu adalah masa-masa paling berat dalam hidupku. Sudah lama kulupakan dan aku sudah meninggalkan masa-masa itu. Aku pun merebahkan diri di kasur dan mulai untuk menutup mataku....dan beristirahat.

Di pagi hari yang baru, aku mulai bergegas mandi dan makan, mempersiapkan segala sesuatu untuk pergi ke sekolah. Tak lupa botol minumku kuletakkan di samping tas ku. Kulihat halaman rumahku...segar rasanya menghirup udara yang jauh dari polusi. 

Tetapi, ketika aku hendak pergi ke sekolah, kulihat sepedaku yang rantainya sudah lepas. Seketika aku kesal dan sedih melihat situasi yang menjengkelkan ini. 

Di titik ini, rasanya aku ingin merebahkan diriku dan beristirahat saja. Tetapi teringat dengan kewajibanku, sehingga aku memutuskan untuk menekan egoku dan mencoba memperbaiki sepedaku. 

Lalu aku melihat sepedaku dan mencari cara untuk memperbaikinya. Dengan selang waktu 5-10 menit, aku berhasil memperbaiki rantai sepedaku yang rusak. Rantai sepedaku kembali terpasang dengan rapi dan bagus. 

Aku seketika berpikir bahwa sebenarnya tidak ada alasan untuk mengeluh. Karena menurutku hidup itu seperti lingkaran yang selalu berputar. Warna demi warna kehidupan telah kulewati dan sepertinya warna tersebut gelap atau terang, aku selalu bahagia di akhirnya.

Ketika aku ingin berangkat ke sekolah dan sudah duduk di "kursi" sepedaku, aku melihat seorang anak kecil. Dia datang sambil merengek dan minta maaf kepadaku. Ternyata dialah yang merusak rantai sepedaku di malam kemarin. 

Akhirnya aku turun dan segera mengusap air mata di wajah anak itu. Kupeluk dia sambil menenangkan dia. Akupun bertanya mengapa dia sendirian dan ternyata ia sedang ditunggu oleh kakak perempuannya. 

Pada akhirnya aku mengantar anak itu ke rumahnya yang tak jauh dari rumahku. Sesampainya di rumah anak tersebut, aku melihat sosok manusia yang ternyata adalah kakak perempuannya. 

Ketika aku melihat wajahnya, seakan ada panah asmara yang menancap di dadaku. Waw...manusia zaman sekarang ternyata sudah berbeda sekali dengan manusia di peradaban batu pikirku. Wajahnya sangat bening seperti gelas kaca yang menyita perhatianku. Rasanya aku sudah menemukan seseorang yang dapat menemaniku menulis lembar kertas di buku kehidupanku lagi. Sejuk rasanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun