Mohon tunggu...
martin Loi
martin Loi Mohon Tunggu... Literasi

Menulis artikel ilmiah,opini dan puisi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seni Mencintai Diri Sendiri: Sebuah Perenungan Eksistensial dan Etis

4 Oktober 2025   19:13 Diperbarui: 4 Oktober 2025   19:13 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumen pribadi 

“If it is a virtue to love my neighbor as a human being, it must be a virtue—and not a vice—to love myself, since I am a human being too”

(Fromm, The Art of Loving, 1956, p. 50).

Cinta diri yang sehat mengandung unsur tanggung jawab, disiplin, dan kejujuran terhadap diri. Ia bukan pelarian dari realitas, melainkan tindakan aktif untuk mengembangkan potensi dan menjaga keseimbangan batin. Fromm menyebut cinta diri sebagai bentuk kebajikan moral sebuah ekspresi dari kemampuan untuk memberi dan menerima cinta dalam kesetaraan kemanusiaan.

Dengan demikian, seni mencintai diri dalam perspektif Fromm adalah tindakan etis yang menuntut kesadaran dan kematangan emosional. Ia bukan sekadar “self-care” dalam pengertian psikologis modern, tetapi praktik keberadaan yang utuh the practice of being.

3. Nietzsche: Mencintai Diri sebagai Keberanian Menjadi Diri Sendiri

Sementara itu, Friedrich Nietzsche (1844–1900) memberikan tafsir yang lebih radikal tentang cinta diri. Dalam Thus Spoke Zarathustra (1883), Nietzsche menggugat moralitas tradisional yang mengekang kehendak individu. Ia mengajak manusia untuk berani mencintai dirinya dalam arti menciptakan nilai-nilai baru, bukan tunduk pada nilai lama yang membelenggu kebebasan eksistensial.

“You should love yourself with a healthy and holy love, so that you can bear to be with yourself and not roam about”

(Nietzsche, Thus Spoke Zarathustra, 1883, p. 85).

Cinta diri, menurut Nietzsche, adalah keberanian untuk menjadi diri sendiri secara utuh  bahkan ketika dunia menolaknya. Ia adalah proses afirmasi terhadap kehidupan (amor fati), di mana manusia menerima seluruh aspek hidup, termasuk penderitaan dan absurditasnya, sebagai bagian dari pertumbuhan.

Dalam konteks ini, seni mencintai diri bukanlah sikap memanjakan diri, tetapi pernyataan eksistensial: keberanian untuk hidup tanpa topeng moralitas palsu, menjadi otentik di tengah tuntutan sosial yang homogen. Nietzsche menempatkan cinta diri sebagai energi kreatif daya untuk menegaskan eksistensi di tengah nihilisme modern.

4. Kritik terhadap Self-Love Modern

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun