Mohon tunggu...
Martin Rambe
Martin Rambe Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Hidup hanya sementara. Menghabiskan setiap detik dengan baik, menggunakannya untuk hak-hal yang positif, dan tidak pernah lupa untuk bersyukur: itulah yang selalu aku cita-citakan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Teduhnya Berbelanja di Bawah Bangunan Bersejarah “Balerong Balige”

10 Desember 2014   07:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:38 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TEDUHNYA BERBELANJA DI BAWAH BANGUNAN BERSEJARAH

“BALERONG BALIGE”

[caption id="attachment_358708" align="aligncenter" width="270" caption="Deretan Bangunan Rumah Batak"][/caption]

Tidak dapat dipungkiri, saat ini sudah cukup sulit menemukan lukisan khas Suku Batak, yang disebut “gorga”. Dulu ketika zaman saya SD, masih sangat mudah menemukan lukisan tersebut, karena di sekolah ada pelajaran muatan lokal yang mempelajari aksara Batak sekaligus lukisannya. Namun, saat ini sangat susah menemukan aksara Batak, dimana hanya tempat-tempat tertentu yang memamerkannya, seperti museum dan rumah adat Batak. Hal ini membuktikan bahwa lukisan Batak sudah mulai tidak diminati dan mendekati kepunahan.

Namun, melalui tulisan ini, saya akan mengajak pembaca untuk kaget sama seperti saya ketika dengan mudah menemukan lukisan Batak. Tidak perlu membayar, tidak perlu mengantri, dan tidak perlu takut kehabisan kesempatan. Karena kita bisa puas menikmati setiap goresan lukisan Batak nan indah, bahkan bisa menirukannya dalam kertas dengan bebas tanpa ada yang melarang. Selain itu, kita juga bisa sambil makan, atau minum atau memenuhi kebutuhan, bahkan berbelanja di bawah naungan goresan-goresan lukisan Batak tersebut. Dimana? Temukan suasana teduh berbelanja di Pasar Balige, atau “Balerong” di bawah deretan bangunan persis rumah adat Batak yang dihiasi lukisan Batak.

Berawal dari ajakan seorang teman kuliah, Wandi Siagian, untuk menemaninya mengumpulkan data skripsi di kampungnya, yaitu di Balige, Akhir Oktober kemarin. Di provinsi Sumatera Utara, Kota Balige merupakan sebuah kota yang dianggap masuk sebagai pilihan destinasi wisata. Pertama, Balige termasuk salah satu Kota Pendidikan di Sumatera Utara, bahkan di Pulau Sumatera. Ia terkenal dengan sekolah SMA Plus Sopo Surungnya. Kedua, di Kota Balige terdapat museum Batak yang memamerkan benda-benda bersejarah. Ketiga, meski sudah kota, tetapi masyarakat Balige terkenal masih kuat memegang nilai-nilai budaya tradisional. Hal-hal tersebut membuat saya tidak berpikir panjang untuk menerima ajakan Wandi. Kami pun berangkat ke Balige.

Berangkat pagi dari Kota Medan, membuat kami tiba di Balige siang hari. Tentunya bagi saya yang masih baru kali pertama singgah di Balige, tidak sabar untuk segera membuktikan desas-desus tentang apa yang dimiliki Kota ini. Ketika sudah tiba di rumah Wandi, kami disambut dengan hangat oleh keluarganya, makan makanan yang sudah disediakan secara khusus, bercengkrama (dalam bahasa Batak Martarombo) untuk saling mengenal kedekatan hubungan dari segi Marga.

Keesokan harinya, pagi-pagi kami pergi ke kantor dinas dimana Wandi mengumpulkan data. Ketika di jalan, betapa terkejutnya saya. Terdapat beberapa deretan bangunan dengan ukuran yang sama. Deretan yang sempurna, yang pasti menarik perhatian siapa saja yang melewatinya. Dari penampilannya, bangunan tersebut bukan sebuah tempat kosong atau lama tidak dihuni, karena tampak banyak tenda-tenda, lapak, dan benda-benda yang menunjukkan bangunan itu secara rutin dipenuhi orang. Dari segi bangunannya, saya yakin itu tampak persis Rumah Adat Suku Batak Toba.

“Itu tempat apa Wan?” spontan saya bertanya pada Wandi. “Oooh, itu pasar”. “Ha? Bukannya itu rumah adat? Kok dijadikan pasar?” “Ya, itu memang sudah lama jadi pasar, bahkan sebelum aku lahir” Jawab Wandi setengah serius.

Dalam benak, saya mengagumi deretan bangunan tersebut. Saya hitung, ada enam. “Waw!!!” Bukan sembarangan, setiap dinding dipenuhi dengan guratan-guratan lukisan Batak. Dan itu sangat khas. Atapnya meruncing ke depan, warna atapnya sangat khas, demikian juga dengan pola bangunan atapnya, persis rumah adat Suku Batak. “Eh, nanti kita kesana ya kalau sudah pulang dari Dinas!” Saya mengajak Wandi.

[caption id="attachment_358709" align="aligncenter" width="240" caption="Suasana "]

14181444871455379224
14181444871455379224
[/caption]

Setelah pulang dari kantor dinas, sekitar pukul 11 siang, benar saja, deretan bangunan itu telah dipenuhi banyak orang dan barang dagangan. “Waw!!!” Lagi-lagi saya kagum. Lapak-lapak para pedagang di bawah deretan bangunan itu tersusun rapi, seperti mereka sadar kalau mereka berada di bawah bangunan bersejarah. Saya langsung memasuki area pasar. Decak kagum tidak terbendung, sepertinya pemerintah benar-benar mengelola pasar dengan baik atau kesadaran para pedagang sendiri. Karena tampak pasar dikelola baik, di sana khusus pedagang ikan basah, di sudut sana khusus pedagang ikan kering, di sebelahnya khusus pedagang buah, sedangkan tengahnya para pedagang kain, dan lain-lain tersusun secara rapi. Pasar juga dibatasi dinding dan trotoar dari jalan, sehingga jalan tampak bersih, tidak seperti di beberapa pasar tradisional, dimana lapak pedagang banyak dibentangkan di pinggir jalan yang mengganggu para pengguna jalan. Sehingga mengunjungi pasar ini sangat nyaman.

Kekaguman saya pada deretan bangunan tersebut tidak henti-hentinya. Dan pertanyaan mengapa mereka berjualan disana terus menggelitik hati saya. Saya kemudian mencoba mendekatkan diri dengan seorang penjual buah. Saya awali dengan membeli buah rambutan kemudian mulai bertanya-tanya bak wartawan, hehe. “Sudah lama pak jualan disisni?”

“Sudah lah, darimana adek ini?”

Ternyata si bapak sedikit kaget dengan bahasa Indonesia saya. Yah, meski sudah kota, masyarakat di Balige masih kental menggunakan bahasa Batak Toba.

“Oh, saya dari Medan pak. Sedang jalan-jalan kesini, hehe... Katanya Balige itu keren pak!, hehe... Oh ya, sejak tahun berapa pak jualan disini?”

“Akh, sudah lama lah, tahun 90-an sudah disini saya”

“Ini bangunannya rumah adat kan pak?”

“Iya, ini dibangun Belanda zaman dulu. Katanya memang untuk pasar, karena ini pas di kota. Jadi biar rame. Ini kan tidak ada panggungnya, kalau rumah adat kan punya panggung, kalau ini tidak karena memang khusus untuk pasar”

“Oh gitu ya pak. Enak pak berjualan disini?”

"Ya, enaklah. Kita seperti diberkati berjualan di bangunan bersejarah ini. Banyak orang luar tertarik datang berbelanja kesini karena ingin merasakan teduhnya berada di bawah bangunan ini”

“Oh, iya ya pak. Hm, yaudah makasih ya pak, saya permisi dulu”

“Iya-iya dek..”

Percakapan singkat dengan penjual buah tadi cukup menjawab pertanyaan yang menggelitik di hati saya. Berjualan di bawah deretan bangunan persis rumah adat mungkin benar saja membawa berkat bagi mereka, minimal mereka meyakini hal itu. Kemudian, saya mencoba mencari di internet informasi tentang bangunan bersejarah itu.

Ternyata bangunan bersejarah itu disebut “Balerong” yang disebut juga “onan”, artinya “ro sian on, ro sian an” (datang dari sini dan datang dari sana) maka terjadilah “on-an” atau pasar, tempat orang-orang melakukan transaksi jual-beli. “Balerong”itu dibangun pada zaman kolonial Belanda pada tahun 1936. Bangunan itu memang dibangun sesuai dengan rumah adat Batak, yaitu dihiasi dengan ornamen “gorga” (lukisan) Batak.

Itulah keunikan pasar tradisional Balige, Ibu Kota Kabupaten Samosir. Bagi pembaca yang ingin menikmati keteduhan berbelanja di bawah bangunan bersejarah, Pasar Tradisional Balige, yaitu di “Balerong” adalah tempatnya.

[caption id="attachment_358710" align="aligncenter" width="300" caption="Tampak Jelas Guratan Ornamen "]

14181447281499674914
14181447281499674914
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun