Mohon tunggu...
Martien
Martien Mohon Tunggu... Abdi Negara -

Sosok yang bernama lengkap Jambi Besma Martien ini lahir di Jambi, 22 Maret 1985. Putera kedua dari pasangan AMALDI,S.Sos. dan YUHANIS pernah mengikuti Pelayaran Kebangsaan VII di tahun 2007, Dialog Kebangsaan tahun 2008, Temu Sastrawan Indonesia I tahun 2008, Surveyor di Lingkaran Survey Indonesia (LSI) dan Jambi Polling Center (JPC) dalam rentang 2005-2008, menjadi Relawan di bencana Gempa Sumatera barat tahun 2009, terakhir mengikuti MVS training yang diadakan UN-VOLUNTEERS tahun 2013. Saat ini tercatat sebagai Ketua DPD KNPI Kabupaten Sarolangun. Mengabdikan dirinya untuk kampung halaman,bangsa dan negara. Dan mengisi waktu luangnya dengan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengomentari "Warisan" Afi

20 Mei 2017   08:46 Diperbarui: 20 Mei 2017   09:36 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Afi"][/caption]

Patut saya angkat topi terhadap tulisan "Warisan", #salut. Gaya tulisan Afi seperti syair, mengalir. Pernah saya baca tulisan serupa pada Ahmad Wahib, pada buku pergolakan pemikiran Islam. Atau pun Soe Hok Gie pada Catatan Seorang Demonstran.

Karena tulisannya sangat dalam menggelitik relung pikiran saya yg paling dalam. Tak ada yg salah dan tak perlu ditakutkan, karena di alam pikirannya, saat ini masyarakat Indonesia terbelah terlalu lama, hanya karena "warisan" itu. Walaupun dapat dibantah, agama bukan penyebab semua perselisihan. Bahkan kita sesama agama pun sering berbeda pendapat yang berujung tikai.

Rasulullah bersabda, "Tidaklah setiap anak yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi."

Bukan kita yang meminta. Jadi, siapa yang harus dipersalahkan? Ibu yang melahirkan, masyarakat sekitar, atau bahkan Tuhan?

Mengutip tulisan Afi, "Tidak ada yang meragukan kekuasaan Tuhan. Jika Dia mau, Dia bisa saja menjadikan kita semua sama. Serupa. Seagama. Sebangsa..." tetapi tidak Tuhan lakukan. Kenapa?

Mengutip lagi, Al Quran Al hujurat 13: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.."

Saling mengenal, Bukan saling merasa paling benar. Karena peribadatan kita kepada Allah adalah kewajiban Hamba kepada Tuhan. Dan kepada sesama manusia, kewajiban kita untuk saling mengasihi dan bersikap adil.

Bagi sebagian BESAAAR (baca: banyak sekali orang) agama adalah warisan. Seandainya warisan ini diturunkan kepada anak cucu dengan baik dan benar (diberikan ilmu agama) maka Anak-anak muslim, nasrani, maupun agama lainnya, tentu akan taat kepada agama masing-masing. Tapi jika warisan tidak dijaga (tidak diajarkan agama) maka anak-anak muslim, nasrani dan agama lainnya tentu akan semakin jauh dari agama orang tuanya, bisa jadi akan berpindah agama.

Dan pertikaian seringkali terjadi akibat kurangnya mengamalkan ajaran agama, seperti toleransi dan saling menghargai peribadatan masing-masing. Perlu ditegaskan kembali dengan kalimat : Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku.

Benar kata Jalaluddin Rumi, "Kebenaran adalah selembar cermin di tangan Tuhan; jatuh dan pecah berkeping-keping. Setiap orang memungut kepingan itu, memperhatikannya, lalu berpikir telah memiliki kebenaran secara utuh."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun