Mohon tunggu...
Marsellia Claudia
Marsellia Claudia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Turn everything into love

Everything is served honestly

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Model Wisata Kebudayaan: Rumah Jalur Rempah

10 Juni 2021   15:35 Diperbarui: 13 Juni 2021   21:00 1873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi beragam rempah bubuk termasuk cabai dan lada. (sumber: SHUTTERSTOCK/MONTICELLO via kompas.com)

Rempah-rempah bukan lagi barang yang asing bagi bangsa kita. Barang ini sudah menjadi harta karun yang sangat diburu oleh bangsa Eropa. 

Tome Pires dalam bukunya Summa Oriental que trata do Mar Roxo ate aos Chins (Ikhtisar Wilayah Timur: dari Laut Merah hingga negeri China) mengisahkan pengalamannya selama berada di Nusantara pada awal abad ke 16 seperti ini: [1]

"Para Pedagang Melayu berkata bahwa Tuhan telah menciptakan Timor untuk kayu cendana, Banda untuk pala, dan Maluku untuk cengkih. Barang dagangan ini tidak dapat ditemukan di tempat lain di dunia kecuali di ketiga tempat ini. Saya telah bertanya kepada banyak orang dengan sangat cermat dan sabar, mengenai apakah ketiga komoditas tersebut dapat ditemukan di tempat lain, dan semua orang menjawab tidak."

Nusantara adalah rumah besar keanekaragaman hayati dunia. Lebih dari 30.000 spesies tumbuhan yang ada di Nusantara dipergunakan dan dikenal sebagai rempah. 

Model Wisata Kebudayaan: Rumah Jalur Rempah, olahan pribadi
Model Wisata Kebudayaan: Rumah Jalur Rempah, olahan pribadi

Oleh karena itu, Nusantara dijuluki Ibu Rempah sebab melahirkan jenis Rempah Raja, seperti cengkih, pala, dan cendana, komoditas utama rempah-rempah dunia, yang pada masa jayanya pernah bernilai lebih mahal dari emas. 

Pulau Run di Maluku yang kaya akan rempah pala saja pernah ditukar dengan Pulau Manhattan, yang saat ini dikenal sebagai New York.

Kota Manhattan, sumber: freepik.com
Kota Manhattan, sumber: freepik.com

Jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa, Jalur Rempah adalah rute nenek moyang kita menjalin hubungan antarpulau, suku, bangsa, dengan membawa rempah sebagai nilai untuk membangun persahabatan yang membentuk asimilasi budaya, dan diplomasi di setiap pesinggahan. 

Awal pertukaran rempah dan komoditas lain antarpulau di Indonesia Timur dimulai sejak kedatangan penutur bahasa Austronesia ke Nusantara sekitar 4.500 tahun lalu dengan perahu. Budaya merekalah cikal bakal lahirnya budaya bahari yang melayarkan rempah hingga ke Asia Selatan sampai Afrika Timur.

Keberadaan Jalur Rempah mengakibatkan berkembangnya beragam pengetahuan dan kebudayaan yang bukan saja menjadi warisan bagi Indonesia.

Namun juga merupakan warisan bagi dunia. Indonesia merupakan "global meeting point" dan sekaligus "global melting point" akibat posisi geopolitik dan geoekonominya yang sangat strategis, terletak di antara dua benua dan Samudra. 

Indonesia menjadi tempat bertemunya manusia dari berbagai belahan dunia dan menjadi wilayah silang budaya yang mempertemukan berbagai ide, gagasan, konsep, ilmu pengetahuan, agama, bahasa, estetika, hingga adat kebiasaan. Jalur perdagangan rempah-rempah melalui laut inilah yang menjadi sarana bagi pertukaran antarbudaya yang berkontribusi penting dalam terbentuknya peradaban dunia.

Sejak tahun 2017, Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merintis pengusulan Jalur Rempah sebagai warisan dunia ke UNESCO. 

Hal ini didasari pemahaman bahwa Jalur Rempah adalah jalur pertukaran antarbudaya dan pertukaran pengetahuan yang melampaui konteks ruang dan waktu. 

Diajukannya Jalur Rempah ke UNESCO menunjukkan niat Indonesia untuk mengambil peran dalam menjaga amanah yang diberikan dunia untuk menjaga warisan peradaban manusia. 

Jalur Rempah bukan lagi warisan milik Indonesia, melainkan milik dunia yang diamanahkan kelestarian dan keberlangsungannya pada kita semua.


Oleh karena itu, kita harus terus menghidupkan memori Jalur Rempah dengan menumbuhkan kesadaran masyarakat agar terlibat aktif dalam melestarikan, mengembangkan, dan memanfaatkan warisan budaya Jalur Rempah sebagai modal mensejahterakan kehidupan jasmani dan rohani. 

Dalam hal ini, segenap lapisan dari berbagai generasi secara bersama, bahu membahu, berusaha mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi masyarakat Indonesia. 

Setiap individu, kelompok, maupun institusi bisa terlibat aktif dan memilih peran sesuai porsinya masing-masing dalam menghidupkan Jalur Rempah.

Rumah Jalur Rempah

Alangkah baiknya bila kebudayaan dan kekayaan rempah ini terintegrasi dalam satu tempat yang dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat, baik masyarakat lokal, nasional, hingga internasional. 

Kesempatan mengarungi dan melihat langsung Jalur Rempah mungkin tidak bisa dinikmati oleh seluruh kalangan akibat adanya keterbatasan ekonomi maupun waktu. Oleh karena itu, saya mengusung konsep wisata kebudayaan dengan menghadirkan Rumah Jalur Rempah.

Rumah ini nantinya didirikan di berbagai titik Jalur Rempah seperti Banda Neira, Ternate, Makassar, Banjarmasin, Bintan, Medan, Lhouksemawe, Banten, Jakarta, Semarang, Beno, dan Surabaya. 

Hal ini bertujuan supaya pengalaman menyusuri Jalur Rempah sekaligus mengenali kekayaan rempah dapat diakses lebih mudah oleh masyarakat tanpa harus melihat secara langsung.

Peta Jalur Rempah, sumber: jalurrempah.kemdikbud.go.id
Peta Jalur Rempah, sumber: jalurrempah.kemdikbud.go.id

Sesuai namanya, Rumah Jalur Rempah merupakan suatu wisata edukasi yang menawarkan pengalaman mengarungi sembari mengenal kekayaan rempah Indonesia dengan konsep di dalam ruangan. 

Tempat ini menyediakan informasi lengkap seputar rempah-rempah, mulai dari khasiat berdasarkan penelitian ilmiah, pemanfaatan, hingga pembudidayaan. 

Selain itu, kita akan menggerakkan peran masyarakat setempat dengan mengadakan pembinaan dan pelatihan. Masyarakat diberikan edukasi terkait Jalur Rempah sebelum nantinya terjun menjadi pekerja wisata kebudayaan.

Konsep Rumah Jalur Rempah

Rumah ini dimaksudkan sebagai miniatur Jalur Rempah Indonesia. Setiap ruangan nantinya mencerminkan titik-titik besar Jalur Rempah berada. Sementara itu, desain bangunannya akan disesuaikan dengan rumah adat masing-masing daerah untuk mengangkat kekhasan  setempat.

Di ruangan pertama, Pelabuhan, pengunjung akan disambut oleh resepsionis dan diberi penjelasan terkait layanan dan konsep Rumah Jalur Rempah ini secara singkat. Selain itu, terdapat pemandu yang bertugas menemani perjalanan dari awal hingga akhir.

Ruangan kedua ialah titik nol Jalur Rempah di Indonesia, Ternate, penghasil utama cengkeh dunia.[2] Replika Kedaton Ternate yakni sebuah bangunan megah yang di dalamnya tersimpan berbagai peninggalan Kesultanan Ternate akan ditampilkan pada ruangan ini bersama dengan peninggalan lainnya. 

Pengunjung diberi sajian hidangan khas daerah seperti Ikan Kuah Pala Banda, Lapis Palaro, Bagea, Kue Kenari, dan lain-lain. Disediakan pula cinderamata khas seperti mutiara yang bisa dibeli oleh pengunjung.

Ruangan ketiga, dan seterusnya merupakan titik lanjutan dari Ternate. Setiap ruangan setidaknya harus terdapat hidangan siap saji, olahan makanan maupun minuman kemasan, cenderamata (bisa berupa kerajinan limbah rempah dari ranting kayu manis[3]) dan layar interaktif yang berisi materi-materi terkait Jalur Rempah. Tentunya olahan rempah tadi harus diberi sentuhan modern agar memikat kawula muda.

Layanan unggulan lainnya yakni pengunjung diberi kesempatan untuk melihat proses pembuatan hidangan secara langsung, tentunya dengan protokol kesehatan yang ketat. Di akhir perjalanan akan ada area greenhouse yang menunggu. Kawasan merupakan pembudidayaan tanaman rempah-rempah.

Selain itu, terdapat satu ruangan khusus semacam bioskop mini yang dibangun secara terpisah dari ruangan-ruangan yang ada. Bioskop menjadi opsi lain apabila pengunjung bertumpuk. 

Hal ini dimaksudkan untuk memperpanjang waktu dengan menyuguhkan beberapa video berkaitan Jalur Rempah. Tak hanya itu, terdapat Virtual Reality (VR) yang menampilkan video 360 derajat agar pengunjung benar-benar mendapat pengalaman menjelajah yang sempurna.

Rumah Jalur Rempah di Daerah Istimewa Yogyakarta

Kita bisa merangkul Duta Jalur Rempah yang tersebar di 34 provinsi untuk mendirikan Rumah Jalur Rempah di setiap provinsi. Saya yakin setiap provinsi punya cerita keterlibatan pada Jalur Rempah yang bisa diangkat.

Terkhusus di daerah asal saya, Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat 2 situs jejak rempah yakni di Situs Gunung Wingko dan Kubur Megalitik di Gunungkidul. Tak hanya itu, keberadaan wedang uwuh dan olahan lainnya juga merupakan bukti masyarakat Jogja sudah dihidupi oleh rempah-rempah sejak dahulu.


Berdasarkan jejak historis ini, kita bisa mengangkat olahan rempah-rempah khas setiap kabupaten/kota yang ada di DIY.  Guna mendukung perekonomian, kita bisa membangun di 2 kabupaten dengan angka kemiskinan tertinggi, yakni Kulonprogo dan Gunungkidul.[4]

Alternatif Lain: Pojok Rempah

Jika belum memungkinkan untuk membangun Rumah Jalur Rempah, terdapat alternatif lain untuk menghadirkan Jalur Rempah di dalam masyarakat. Salah satunya dengan membuat Pojok Rempah di titik keramaian yang ada, seperti di pasar atau pusat perbelanjaan.

Pojok Rempah ini adalah Rumah Jalur Rempah versi mini, tetapi lebih menonjolkan layanan kuliner. Menu yang disajikan berupa kreasi hidangan rempah-rempah seperti susu secang, jeli temulawak, roti kunyit, dan lain-lain.

Kesimpulan

Saya yakin Rumah Jalur Rempah dan Pojok Rempah ini bisa menjadi kesempatan baik bagi kemajuan ekonomi bangsa kita. 

Animo masyarakat terhadap wisata sampai saat ini tergolong tinggi sehingga juga akan mendukung kesuksesan wisata kebudayaan ini, asalkan melalui pengelolaan dan pemasaran yang tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun