Mohon tunggu...
Markus Kocu IPB
Markus Kocu IPB Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif S1 Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan IPB University.

Memiliki hobi membaca, menulis, dan diskusi.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Real Count, Hak Politik OAP pada Pileg Provinsi Papua Barat Daya

27 Februari 2024   18:45 Diperbarui: 27 Februari 2024   19:02 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

A. Hasil Real Count

Hak- hak politik orang asli Papua (OAP) telah diatur dalam UU otonomi khusus nomor 21 tahun 2001  jo. UU Nomor 2 tahun 2021 Tentang perubahan atas UU No. 21 tahun 2001 Tentang otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Sebagaimana dalam pasal per pasalnya mengakomodir hak-hak OAP diantaranya adalah mengatur terkait Pembagian kuota dalam kontestansi Politik pada pileg dan parpol sebagaimana mestinya memprioritaskan OAP. 

Namun, tak dipungkiri justru kader-kader OAP terbilang masih baru dan belum berpengalaman. Tak hanya itu mereka kalah dalam kepemilikan modal untuk bersaing dalam kontestasi Pileg 2024. Banyak kader-kader baru yang harusnya menguasai bonus demografi namun berdasarkan real count menunjukan hasil yang sangat minim. Sebenarnya apa sih, problemnya?. Baiknya kita akan berdiskusi dan menganalisis  akar masalah.

Berdasarkan data bonus demografi OAP sendiri belum jelas dan eksplisit dikategorisasi oleh Badan Pusat Statistik Indonesia. Kecuali di Dinas Provinsi Papua Barat Daya menunjukan data sementara populasi OAP presentasinya 40% OAP berbanding 60% non-OAP. 

Bonus 40% dominan didominasi oleh pemilih milenial dan gen Z OAP, bila kita merujuk data BPS guna menjawab bonus 40% sebagaimana menunjukan milenial dan gen z dominan 58% presentasenya. Indikator lainnya seperti Tingkat pendidikan, pengangguran, kemiskinan, dan lain sebagainya tidak dibahas. 

Namun, berdasarkan data presentase populasi dianggap cukup untuk mewakili pembahasan akan masalah Hak politik OAP di PBD. Pada konstestasi tahun 2024 kuota DPD 4 kursi, DPRD Provinsi 35 kursi, dan DPRD Kabupaten khususnya kabupaten Sorong 25 kursi.

Real count  KPU RI sementara untuk DPD menunjukan bahwa hasil pemenang suara terbanyak sementara sebesar 9.966 untuk Hartono (non-OAP). Berikutnya secara berurutan diikuti oleh Mamberob sebesar 8.965 suara, Paul F Mayor (OAP) sebesar 8.444 suara, Agustinus R Kambuaya (OAP) sebesar 6.311 suara, dan Septinus Lobat (OAP) 5.567 suara. 

Berdasarkan hasil real count sementara ternyata non-OAP masih unggul. Tetapi untuk dominasi kuota DPD masih dipegang oleh OAP sebanyak 3 calon DPD. Sedangkan, DPRD Provinsi PBD memiliki kuota sebesar 35. 

Para caleg di PBD berdasarkan suara terbanyak secara berurutan sebagai berikut ; Robert J Kardinal sebesar 6.013 suara, Bernard Sagrim sebesar 6.351 suara, Faujia H B Tampubolon sebesar 5.483 suara, dan Rico Sia sebesar 3.916 suara. Berdasarkan hasil real count menunjukan bahwa yang memiliki suara terbanyak masih dipegang oleh OAP, namun 2 kuota diantaranya dipegang oleh non-OAP.

DPRD Provinsi PBD berdasarkan real count menunjukan bahwa suara terbanyak secara berurutan sebagai berikut ; Febri  J Anjar sebesar 2.364 suara, Arifin S sebesar 2.333 suara, D Pasaribu sebesar 1.614 suara, dan  Eko T Maryanro sebesar 1.595, Ester E Sagrim sebesar 1.614 suara, Martinus Nasrany sebesar 1.464 suara, dan Zeth Kadakolo sebesar 1.331 suara, dan Sarsisto sebesar 1.288 suara. Dari keseluruhan caleg untuk OAP yang unggul hanya 2, sedangkan non-OAP masih mendominasi. Rata-rata caleg OAP memperoleh rekapitulasi suara sementara masih dibawah angka 1000.

DPRD Kabupaten sorong terbagi menjadi 4 Dapil. Dapil Aimas (dapil 1) memiliki kuota DPRD sebanyak 8 kursi, dapil 2 dan 3 sebanyak  5 kursi, sedangkan dapil 4 memiliki 9 kursi dan sekaligus merupakan kuota terbanyak. Hal ini karena Dapil 4 merupakan wilayah basis transmigran, kawasan ekonomi khusus, dan memiliki luas wilayah yang cukup luas. 

Sedangkan, DPRD Kabupaten Sorong pada Dapil 1 memiliki kuota 8 kursi , dapil 2 memiliki 4 kursi, dan 3 memiliki 4 kursi. Untuk keunggulan berdasarkan suara terbanyak antara OAP dan non-OAP tidak dibahas secara detail namun, untuk perolehan suara terbanyak pada dapil 1 secara explisit dimenangkan oleh non-OAP, disusul dapil  4, namun untuk dapil 2  dan 3 masih dipegang oleh DPRD OAP. Hal ini dikarenakan pada dapil 2 dan 3 masih dominan mayoritas penduduknya adalah OAP.

B. Membingkai Masalah

Secara keseluruhan dominasi kemenangan politik masih dominan dipegang oleh DPRD non-OAP, hal ini sebenarnya juga tidak jauh berbeda dengan Pileg pada tahun-tahun sebelumnya. Pertama patut kita melakukan penamaan masalah. Metode seperti ini biasanya digunakan dalam proses demokrasi. Pertama-tama adalah masalah modal sosial, keterwakilan dalam parpol, dan kelemahan strategi dan taktik.

Modal sosial adalah bagaimana masyarakat Papua dapat bersatu secara sadar, kolektif dan terorganisir untuk dapat memilih keterwakilannya pada Pileg. Berikutnya adalah kita dapat melihat keterwakilan OAP pada setiap Parpol dan bagaimana strategi dan taktik yang dimainkan. 

Berdasarkan hasil real count menunjukan bahwa yang cenderung memenangkan kontestasi adalah mereka yang merupakan pemain lama dalam konteks politik di PBD. Seperti di DPR RI ada Bernard Sagrim, DPRD ada Karel Murafer, dan DPRD ada Habel Yadanfle. Sedsngkan, representatif OAP di DPD ada pemain baru  dan merupakan milenial seperti Paul Finsen Mayor dan Agustinus R Kambuaya. Keterwakilan Milenial OAP di Pileg merupakan suatu perjuangan yang luar biasa dalam memainkan strategi dan taktik untuk mempengaruhi masa, minimal OAP itu sendiri. Sebagai OAP yang hidup di PBD Kita mesti bersyukur ada mereka-mereka tersebut. 

Strategi dan taktik yang jitu sangat dibutuhkan untuk mempengaruhi psikologi masa. Bagaimana masyarakat menaruh kepercayaan politik sebagai hak demokrasi mereka kepada perwakilan dari identitas mereka sendiri. Sebenarnya pemerintah pusat sudah mengantisipasi hal ini dengan memfasilitasi DPRP dan DPRK, namun kita harus melihat posisi mereka apakah kewenangannya sama seperti DPR dan DPRD atau tidak? 

Jadi apabila hak-hak OAP minim di Legislatif dan DPRP dan DPRK masih lemah legitimasinya maka sepatutnya membutuhkan diskursus strategi dan taktik yang jitu untuk mengorganisir masa khusus OAP agar dapat memilih secara bijaksana keterwakilannya. Sebab alternatif daripada aspirasi "MERDEKA". Setidaknya usaha minimal untuk merdeka dalam NKRI adalah mengakomodir hak-hak politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun