Ironisnya, yang justru ramai dibicarakan di media bukan soal pembangunan, bukan soal energi, bukan soal pemerataan ekonomi---melainkan ijazah mantan presiden dan keluarganya. Betapa absurdnya bangsa yang membiarkan polemik kertas legalitas menenggelamkan diskusi soal masa depan ekonomi dan industri.
Setahun pemerintahan ini berjalan, dan saya masih menunggu titik terang. Tapi semakin saya mencari, semakin saya melihat bayangan. Program banyak, tapi yang selesai sedikit. Menteri bertambah, tapi efisiensi berkurang. Pidato berapi-api, tapi realisasi suam-suam kuku.
Mungkin memang begitulah politik: penuh janji, miskin bukti. Atau seperti kata filsuf Yunani, Epictetus, "Bukan peristiwa yang membuat kita kecewa, tapi harapan berlebihan terhadapnya."
Maka saya belajar menurunkan ekspektasi. Mungkin setahun pertama memang bukan untuk membangun, tapi untuk menambah jabatan. Mungkin dua tahun lagi baru untuk menambah program. Dan di tahun terakhir, untuk menambah narasi keberhasilan.
Dan ketika masa jabatan berakhir, kita kembali pada titik awal---bertanya dengan getir, "Apa yang sebenarnya berubah?"
Mungkin jawabannya sederhana: nama programnya.***MG
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI