Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kebijakan Hitam Putih: Sampai Kapan Purbaya Bertahan?

8 Oktober 2025   13:43 Diperbarui: 10 Oktober 2025   04:14 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keempat, usulan pemotongan Transfer ke Daerah (TKD). 

Purbaya menyebut banyak pemerintah daerah menumpuk dana transfer di bank tanpa realisasi anggaran signifikan. "Banyak uang nganggur di daerah, rakyatnya tetap miskin," ujarnya. Pernyataan ini menuai protes dari para gubernur yang menilai kebijakan itu berisiko memperparah ketimpangan fiskal (CNN Indonesia, 7 Oktober 2025).

Dari semua ini tampak satu benang merah: Purbaya berani bicara apa adanya --- bahkan terhadap sesama pejabat tinggi. Saat Luhut Binsar Pandjaitan menegurnya agar berhati-hati mengeluarkan pernyataan, Purbaya menanggapi santai: "Saya hanya menyampaikan fakta."

Menkeu Purbaya tepuk jidat (Tangkapan layar YouTube sekretariat presiden) 
Menkeu Purbaya tepuk jidat (Tangkapan layar YouTube sekretariat presiden) 

Gaya Purbaya dan Bayangan Sri Mulyani

Publik sering membandingkan gaya Purbaya dengan Sri Mulyani. Keduanya sama-sama dikenal rasional, tajam dalam analisis, dan tidak mudah terbawa arus politik. Namun, cara keduanya berkomunikasi jelas berbeda.

Sri Mulyani memilih kata-kata diplomatis, berhitung pada dampak politik setiap kalimat, dan menjaga hubungan dengan stakeholder. Ia memelihara ketegasan dalam kesunyian: keras di substansi, lembut dalam penyampaian.

Purbaya sebaliknya --- lugas, konfrontatif, dan kadang provokatif. Dalam setiap pernyataannya, ada nada tantangan bagi status quo. Gaya ini bisa membangunkan sistem yang tidur, tapi juga menimbulkan resistensi dari mereka yang terusik kepentingannya.

Seperti kata Lao Tzu, "Air yang lembut dapat mengikis batu yang keras, karena ia tahu kapan harus mengalir dan kapan harus diam." Sri Mulyani mempraktikkan filosofi itu. Sementara Purbaya, tampak lebih percaya bahwa batu hanya bisa dipecah dengan palu.

Risiko Gaya Bulldozer

Sejarah menunjukkan, pejabat yang berani menabrak sistem sering kali berumur pendek secara politik. Ignasius Jonan di Kementerian ESDM, Susi Pudjiastuti di Kelautan, dan Basuki Tjahaja Purnama di Jakarta --- semuanya tegas dan benar dalam banyak hal, tapi kalah oleh politik yang cair dan sensitif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun