Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Amicus Curiae untuk Nadiem: Intervensi atau Mencari Keadilan?

4 Oktober 2025   12:37 Diperbarui: 4 Oktober 2025   12:37 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita pernah melihat kasus Hasto dan Tom Lembong, di mana sebagian pihak menuduh bahwa proses penegakan hukum "digerakkan" pasukan eksternal. Jika amicus curiae jadi wahana intervensi terselubung, kita bisa masuk ke situasi hukum terbalik: korban kecurigaan hukum dihakimi tak hanya di ruang persidangan, tetapi juga di arena opini publik.

Refleksi & Kesimpulan

"Keadaan hukum menjadi seperti pantulan kaca; siapa pun yang berdiri di depan bisa melihat bayangannya sendiri" --- demikian kira-kira nasihat dari filsuf hukum. Kalau amicus curiae adalah kaca itu, ia harus jernih, bukan buram.

Dalam kasus Nadiem, pengajuan amicus curiae oleh tokoh-tokoh penting bisa dibaca sebagai upaya memperkuat kontrol sosial terhadap proses hukum --- sebuah gerakan literasi hukum publik. Namun di tangan yang tak bijak, ini bisa jadi alat untuk membelokkan proses keinginan politik.

Oleh karena itu:

  • Hakim mesti menimbang masukan itu secara kritis & objektif, bukan dipengaruhi nama besar.
  • Putusan penerimaan atau penolakan amicus curiae harus transparan, terukur, dan terbuka.
  • Proses praperadilan harus dijalankan sesuai mekanisme hukum pidana, bukan seperti debat publik media massa.

Kita semua --- masyarakat, advokat, hakim --- wajib menjaga agar korupsi dilawan, hakim tidak diintervensi, dan keadilan tetap menjadi landasan utama. Karena jika keadilan tersandera oleh kekuasaan ataupun pengaruh, apa bedanya kita dengan negeri yang hukum dan kekuasaan tak bisa dibedakan?

Semoga amicus curiae dalam perkara ini menjadi mekanisme memperkuat peradilan, bukan alat pelemahan.***MG

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun