Pernyataan resmi Bloomberg menyebut tujuan pembentukan dewan adalah memanfaatkan pengalaman dari level tertinggi pemerintahan, bisnis, dan organisasi multilateral untuk menghadapi tantangan global yang kompleks.Â
Untuk Indonesia, kehadiran Jokowi di meja ini membuka peluang: pengaruh diplomatik lunak (soft power) untuk mempromosikan proyek nasional, menarik perhatian investor, serta memperkuat posisi Indonesia dalam perdebatan tentang pembangunan berkelanjutan dan transformasi ekonomi digital.
Siapa saja yang duduk bersama --- gambaran kelas global
Dewan baru ini diisi oleh tokoh-tokoh internasional terkemuka: dari pendiri Bloomberg Michael Bloomberg, mantan PM dan bankir internasional seperti Mario Draghi, hingga pemimpin pemerintahan dan korporasi lain, serta akademisi papan atas.Â
Pengangkatan beberapa tokoh seperti Gina Raimondo (sebagai co-chair) menunjukkan profil dewan yang tinggi dan beragam. Total anggota yang diumumkan mencapai puluhan nama --- merepresentasikan campuran pengalaman pemerintahan, bisnis, dan riset.Â
Mengapa kita harus bangga --- dan mengapa ada sinisme?
Bagi sebagian warga negara, pengangkatan ini adalah kebanggaan: pengakuan internasional atas kepemimpinan Indonesia, bukti bahwa pengalaman memimpin negara dengan kompleksitas demografis dan infrastruktur besar mendapat tempat di panggung global. Ini juga memberi pesan kuat bahwa suara Indonesia relevan dalam diskusi ekonomi dunia.
Namun, tak bisa dipungkiri ada kelompok yang menanggapi sinis: alasan beragam---dari kecurigaan terhadap "rotasi elit" (revolving-door) antara jabatan publik dan posisi internasional yang prestisius, hingga kritik politik domestik terkait kebijakan masa lalu Jokowi.Â
Sinisme semacam ini wajar dalam demokrasi; pertanyaan kritisnya adalah: apakah peran tersebut membawa manfaat konkret bagi publik atau hanya simbol status? Kritik yang sehat harus dilayani dengan transparansi: agenda apa yang didorong, potensi konflik kepentingan, dan bagaimana hasilnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan nasional.
Seperti kata Simon Sinek, "Leadership is not about being in charge. It is about taking care of those in your charge." Jika peran internasional dijalankan untuk memperluas manfaat bagi bangsa---mengundang investasi produktif, pengetahuan teknis, dan kerja sama yang konkret---maka rasa bangga itu beralasan.Â
Jika tidak, gelar tak lebih dari seremonial. (Kutipan ini mengingatkan bahwa legitimasi internasional mesti diterjemahkan menjadi manfaat domestik yang nyata.)