Tiongkok sudah lama menerapkan registrasi nama asli, bahkan sejak pembuatan nomor ponsel. Anonimitas memang berkurang, tetapi ruang demokrasi ikut menyempit. Pengawasan negara semakin ketat, sensor semakin total.
Korea Selatan juga pernah mencoba kebijakan serupa, namun akhirnya digugat karena dianggap mengekang kebebasan berpendapat.
Eropa memilih jalur berbeda. Jerman dengan NetzDG menekan platform untuk menghapus konten ilegal, sedangkan Uni Eropa lewat Digital Services Act menekankan transparansi dan akuntabilitas platform. Fokusnya bukan identitas pengguna, melainkan mekanisme penyebaran disinformasi.
Kelebihan yang Layak Dicatat
Kelebihan dari usul Gerindra tidak bisa diabaikan begitu saja.
Dengan mengurangi akun palsu, ruang untuk manipulasi opini publik bisa dipersempit. Akun terverifikasi akan membuat ujaran kebencian lebih bisa dipertanggungjawabkan.
Penegak hukum pun mungkin lebih mudah melacak aktor penyebar hoaks jika tidak ada tumpukan identitas digital semu yang harus ditembus.
Bahaya yang Mengintai
Namun dampak negatifnya tidak main-main.
Kelompok rentan---mulai dari aktivis HAM, jurnalis investigasi, hingga korban kekerasan---sering membutuhkan ruang anonimitas untuk bisa bersuara tanpa takut diintimidasi. Aturan satu akun per orang akan menggerus perlindungan itu.
Risiko kebocoran data pribadi juga menghantui. Siapa yang bisa menjamin data KTP atau nomor ponsel tidak bocor ke pihak ketiga?