Gagasan yang Menggelitik
Sekretaris Fraksi Gerindra, Bambang Haryadi, melontarkan ide yang sekilas sederhana namun menggelitik ruang publik: setiap orang hanya boleh memiliki satu akun media sosial di setiap platform.
Dalihnya jelas, agar tidak ada akun bodong, jaringan buzzer berkurang, dan hoaks bisa ditekan. Sebuah gagasan yang di permukaan terdengar seperti sapu sakti yang bisa membersihkan semak belukar digital kita.
Tapi, seperti banyak resep instan lain, pertanyaan muncul: apakah benar masalah selesai hanya dengan membatasi jumlah akun?
Logika Sederhana, Dunia Digital Rumit
Dalam logika awam, membatasi satu orang pada satu akun akan menyulitkan siapa pun yang selama ini memanfaatkan banyak identitas palsu untuk menggaungkan narasi.
Tidak ada lagi seribu akun dengan nama aneh yang bisa menyerbu kolom komentar demi mengangkat isu tertentu. Semua akan lebih mudah ditelusuri, dan tanggung jawab personal menjadi lebih jelas.
Namun dunia digital tidak sesederhana papan tulis sekolah yang bisa dibersihkan dengan sekali usap. Banyak hoaks lahir dari akun asli yang sadar menyebarkan kabar bohong. Jaringan bot otomatis juga bisa beroperasi tanpa harus berbasis identitas manusia.
Membatasi jumlah akun tidak serta-merta mematikan botnet atau menghentikan buzzer profesional.
Belajar dari Negara Lain
Jika menengok praktik negara lain, kebijakan ini bukan barang baru.