Beberapa di antara mereka juga memiliki jejak sejarah sebagai mantan pejabat era Jokowi yang diberhentikan. Tak sedikit dari mereka yang merasa terpinggirkan dan membawa agenda politik personal. Jadi, argumen bahwa suara mereka mencerminkan keresahan institusional jelas perlu dikaji ulang secara jernih.
---
Narasi dan Tuduhan: Subyektivitas Tanpa Bukti?
Dalam upaya memakzulkan Gibran, beberapa tuduhan dilontarkan: mulai dari pelanggaran konstitusi, perbuatan tercela, hingga tudingan terhadap akun anonim Fufufafa. Tapi jika ditelaah secara hukum dan obyektif:
Putusan Mahkamah Konstitusi soal batas usia memang menuai kontroversi, tapi sudah final dan mengikat. Kita boleh tidak setuju, tetapi itu sudah menjadi bagian dari sistem hukum yang berlaku.
Akun anonim Fufufafa yang dikaitkan dengan Gibran juga belum terbukti secara hukum sebagai miliknya. Hingga kini, tidak ada bukti autentik yang sah di pengadilan.
Kekhawatiran Gibran menjadi Presiden jika Prabowo berhalangan adalah spekulatif. Konstitusi kita justru mengatur hal ini untuk menjaga kesinambungan pemerintahan. Apakah demokrasi tidak lagi berlaku jika seorang Wapres muda menjalankan amanat konstitusi?
---
Gibran dan Legitimasi Demokratis
Pasangan Prabowo--Gibran memenangkan suara mayoritas pemilih dengan perolehan 58,6% suara. Artinya, Gibran bukan hanya hasil kompromi politik, tapi juga produk dari sistem demokrasi langsung yang sah.
Gibran sendiri bukan tanpa rekam jejak. Sebagai Wali Kota Solo sejak 2020, ia membuktikan diri sebagai pemimpin muda yang bekerja cepat, efektif, dan mampu mengadopsi pendekatan kekinian.
Survei Kepuasan di Solo