"Orang yang jujur tak perlu takut menunjukkan siapa dirinya." --- Mahatma Gandhi
Mantan Presiden Joko Widodo kembali menjadi pusat polemik yang seolah tak kunjung usai. Kali ini, seruan datang dari sekelompok orang yang mengatasnamakan diri sebagai Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM), menuntut agar Jokowi menunjukkan ijazah asli kelulusannya dari kampus tersebut.Â
Meski isu ini telah berkali-kali muncul dan dibantah oleh institusi resmi, kehadiran kelompok yang mengklaim berasal dari almamater Presiden sendiri tentu memberi dimensi baru pada wacana publik.
Namun, benarkah ini soal transparansi dan demokrasi? Ataukah ada aroma politisasi dan kepentingan lain yang sedang dibungkus rapi dengan jargon "hak publik untuk tahu"?
---
Tuntutan yang Tak Pernah Padam
Tuntutan agar Presiden menunjukkan ijazah asli bukanlah isu baru. Sejak periode pertamanya menjabat, Presiden Jokowi berkali-kali dituduh tak memiliki ijazah yang sah dari UGM. Namun, pihak kampus telah beberapa kali menyatakan bahwa Joko Widodo adalah alumni resmi Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1980 dan lulus pada tahun 1985, dengan data akademik yang lengkap dan sah.
Pernyataan terakhir bahkan datang dari Rektor UGM saat ini, Prof. Ova Emilia, yang menegaskan bahwa seluruh dokumen Jokowi telah diverifikasi. Namun tampaknya, bagi sebagian orang, penjelasan akademik tidak pernah cukup ketika keyakinan sudah digerakkan oleh kepentingan atau fanatisme politik.
Kini, kelompok yang mengatasnamakan "Alumni UGM" kembali menyuarakan desakan agar Presiden menunjukkan ijazah aslinya. Dalam konferensi pers yang disiarkan di berbagai kanal digital, mereka menyebut bahwa ini adalah bagian dari tanggung jawab moral sebagai alumni terhadap integritas publik. Mereka mengaku netral, non-partisan, dan semata-mata bergerak demi kebenaran.
Namun, benarkah demikian?
---