"Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan untuk negaramu."--- John F. Kennedy
Itulah kutipan yang seakan pas menggambarkan momen politik terbaru di Indonesia: Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka diberi tugas khusus oleh Presiden Prabowo Subianto untuk menangani isu-isu kompleks di tanah Papua. Penunjukan ini bukan saja menunjukkan kepercayaan besar dari Presiden kepada sosok muda ini, tetapi juga membuka babak baru dalam perjalanan panjang Papua dan masa depan Indonesia.
Di Tengah Keraguan, Datang Kepercayaan
Bagi sebagian kelompok yang sejak awal meragukan kemampuan Gibran---terutama dari kubu lawan politik saat Pilpres 2024---penunjukan ini mungkin menjadi bahan perdebatan. Bahkan sebelumnya, wacana untuk memakzulkan Gibran sempat digulirkan oleh sekelompok purnawirawan yang menilai pencalonan Gibran melanggar etika konstitusi.
Namun politik bukan soal keraguan, melainkan soal keberanian untuk membuktikan diri. Dan kini, Gibran mendapat panggung nyata untuk menjawab kritik itu---bukan dengan retorika, melainkan dengan kerja nyata di Papua.
Apa Tugas Gibran?
Tugas yang diberikan kepada Gibran merujuk pada mandat khusus berdasarkan kebijakan otonomi khusus Papua, sebagaimana juga pernah dijalankan oleh Wapres sebelumnya, KH Ma'ruf Amin.Â
Namun berbeda dari rumor yang sempat beredar, Gibran tidak akan berkantor di Papua, sebagaimana telah ditegaskan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Kantor eksekutif akan dijalankan oleh pejabat setempat, sementara Gibran bertugas mengoordinasikan berbagai kebijakan dan program dari pusat---baik yang berkaitan dengan politik, ekonomi, maupun sosial di seluruh kawasan Papua dan Papua Barat.
Koordinasi ini bukan hal ringan. Sebab Papua bukan sekadar soal ketertinggalan pembangunan, tetapi juga menyangkut keadilan sejarah, harmoni budaya, penegakan HAM, hingga pengelolaan sumber daya alam.
Papua: Masalah Kompleks dan Sensitif
Papua adalah mozaik persoalan yang menantang. Konflik separatisme bersenjata, ketimpangan pembangunan, keterisolasian daerah, masalah kesehatan, pendidikan, hingga ketidakpercayaan terhadap pusat---semuanya hadir bersamaan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menyebutkan bahwa tingkat kemiskinan di Papua masih mencapai 26,03%, tertinggi di Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua pun masih rendah, yaitu 65,39 jauh di bawah rata-rata nasional yang mencapai 73,91.