Lebaran baru saja berlalu, namun suasana hangat Idulfitri rupanya membawa percikan panas ke panggung politik nasional. Beberapa menteri aktif dari Kabinet Prabowo-Gibran tampak mengunjungi Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, di kediamannya di Solo dalam rangka halal bihalal.Â
Yang menjadi sorotan bukan sekadar kunjungannya, tetapi pernyataan-pernyataan yang menyertainya.Salah satu menteri menyebut bahwa dirinya membahas program kementerian dengan Jokowi dan bahkan menyebut beliau sebagai "boss". Tak pelak, momen ini langsung memantik diskusi hangat: apakah kita sedang menyaksikan kemunculan "matahari kembar" di pemerintahan?
Apa Itu "Matahari Kembar"?
Dalam dunia politik Indonesia, "matahari kembar" adalah istilah yang menggambarkan dua pusat kekuasaan atau pengaruh yang besar dalam satu struktur kekuasaan, yang berpotensi menimbulkan kebingungan otoritas dan loyalitas.Â
Istilah ini sempat populer saat Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai Presiden, sementara Amien Rais kala itu masih sangat dominan di parlemen. Kini, banyak yang mempertanyakan apakah Jokowi dan Prabowo akan mengulangi skenario serupa.
Siapa yang Mengunjungi dan Apa yang Dikatakan?
Beberapa menteri yang datang ke Solo antara lain Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Dalam keterangannya, mereka mengatakan bahwa kunjungan tersebut bersifat silaturahmi biasa, namun juga tak memungkiri adanya diskusi ringan soal kebijakan dan program. Yang paling memicu perdebatan adalah sebutan "boss" yang ditujukan kepada Jokowi.
Hal ini membuat publik bertanya: kenapa seorang menteri aktif yang kini berada dalam kabinet Prabowo-Gibran masih merujuk Jokowi sebagai atasan?
Menakar Pengaruh Jokowi Pasca Lengser
Secara konstitusional, Jokowi sudah tak lagi menjadi presiden. Kekuasaan eksekutif kini ada di tangan Presiden Prabowo Subianto. Namun pengaruh politik Jokowi jelas belum padam. Basis massa loyal, jaringan kepala daerah, serta pengaruhnya dalam struktur partai politik---terutama dalam dinasti politik yang terbangun melalui putranya, Gibran Rakabuming Raka, kini menjadi Wakil Presiden---menjadikan Jokowi masih punya daya tawar tinggi.
Namun pengaruh bukan berarti kekuasaan formal. Dalam sistem presidensial seperti Indonesia, presidenlah satu-satunya pemegang komando pemerintahan. Maka, menyebut keberadaan "matahari kembar" tanpa adanya intervensi nyata Jokowi dalam kebijakan negara adalah asumsi yang terlalu jauh.
Pro dan Kontra Pandangan "Matahari Kembar"
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menilai kunjungan para menteri tersebut adalah sinyal bahwa Jokowi masih menjadi tokoh penting dalam konstelasi kekuasaan nasional. "Ini menunjukkan Jokowi bukan pensiun biasa. Dia masih menjadi referensi, bahkan rujukan dalam mengambil keputusan," ujar Hendri.
Namun sebaliknya, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menyatakan bahwa kita harus berhati-hati dalam menyimpulkan. "Sampai ada bukti konkret bahwa Jokowi memberi arahan kebijakan yang dijalankan menteri, itu belum bisa disebut sebagai matahari kembar. Kita jangan latah," katanya.