Mohon tunggu...
Laurie
Laurie Mohon Tunggu... Penulis independen

Menyukai keheningan, mencintai tulisan, dan selalu ingin memahami dunia. Menulis pelan, berpikir dalam

Selanjutnya

Tutup

Healthy

"Aku Anxiety, Aku Depresi" Ketika Isu Mental Jadi Tren Pencitraan

17 Oktober 2025   11:01 Diperbarui: 17 Oktober 2025   11:01 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Di media sosial, kalimat seperti "Aku anxiety", "Aku overthinker", atau "Aku depresi" kini sering muncul --- bahkan kadang lebih sering daripada "Aku lapar".

Di balik kata-kata itu, ada dua sisi: sisi harapan bahwa orang mulai berani bicara tentang kesehatan mental, dan sisi gelap ketika istilah medis berubah jadi tren pencitraan.

Fenomena ini bukan hal kecil. Di TikTok, X (Twitter), dan Instagram, banyak pengguna mengaku mengalami gangguan kecemasan atau depresi, disertai unggahan wajah lesu atau kutipan "dark". Tapi jika ditelusuri lebih dalam, tidak semuanya benar-benar mengalami gangguan psikologis.

Sebagian hanya menjadikannya tameng --- pembenaran untuk sifat buruk, perilaku impulsif, atau sekadar untuk menarik perhatian. Lalu di mana batas antara "benar-benar sakit" dan "sekadar ingin terlihat berbeda"

---

Ketika Diagnosis Menjadi Label Sosial

Diagnosis gangguan mental bukanlah hal yang bisa diambil dari video motivasi atau hasil kuis daring.

Menurut DSM-5 (buku panduan medis internasional untuk diagnosis gangguan jiwa), seseorang baru bisa dikatakan memiliki gangguan seperti depresi mayor, gangguan kecemasan, bipolar, atau borderline personality disorder setelah melalui serangkaian pemeriksaan psikologis dan psikiatris resmi.

Sayangnya, di dunia maya, label itu berubah jadi mode.

Seseorang yang mudah marah disebut "bipolar", yang sensitif dibilang "anxious", yang moody disebut "borderline".

Padahal, emosi naik-turun bukanlah penyakit. Itu manusiawi. Tapi karena dunia digital suka hal dramatis, maka istilah medis pun dipakai sebagai aksesoris identitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun