Mohon tunggu...
Muhammad Arif Mauludi
Muhammad Arif Mauludi Mohon Tunggu... Universitas Mercu Buana

Muhammad Arif Mauludi | NIM 43223010144 | Mahasiswa | S1 Akuntansi | Fakultas Ekonomi dan Bisnis | Universitas Mercu Buana | Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Teori Akuntansi Pendekatan Hermeneutik Wilhelm Dilthey

13 Oktober 2025   13:47 Diperbarui: 14 Oktober 2025   12:17 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Modul yang dibuat oleh Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Nilai-nilai moral ini juga tercermin dalam berbagai sistem akuntansi. Dalam akuntansi syariah, laba tidak boleh diperoleh dengan mengorbankan keadilan atau keberkahan; proses bisnis harus mematuhi prinsip moral. Dalam akuntansi sosial, laporan keuangan harus menampilkan tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan. Dengan demikian, akuntansi hermeneutik menekankan bahwa praktik akuntansi sejati adalah keseimbangan moral antara hak dan kewajiban, bukan sekadar perolehan laba.

3. Tanggung Jawab dan Transparansi

Dilthey menekankan bahwa kebenaran lahir dari keterbukaan terhadap kehidupan. Dalam konteks akuntansi, hal ini diwujudkan melalui prinsip transparansi. Transparansi bukan hanya kewajiban regulatif, tetapi juga sikap moral: keberanian untuk membuka diri terhadap kebenaran, termasuk kesalahan, kerugian, atau risiko yang dihadapi organisasi.

Perusahaan yang berani melaporkan kesalahan atau kerugian sejatinya menunjukkan integritas dan tanggung jawab moral. Sebaliknya, manipulasi angka dan penyajian laporan yang menipu justru menghancurkan kepercayaan publik. Kasus Enron, WorldCom, dan skandal Jiwasraya di Indonesia menunjukkan betapa rapuhnya kepercayaan publik ketika angka dijadikan alat menipu, bukan cerminan kehidupan nyata.

Dengan hermeneutika, transparansi dipahami sebagai tindakan moral dan eksistensial. Laporan keuangan bukan sekadar dokumen ekonomi, melainkan kesaksian moral tentang bagaimana manusia mengelola kehidupan ekonomi dengan jujur, adil, dan bertanggung jawab. Ini juga menekankan bahwa akuntansi tidak boleh menjadi sekadar sarana formalitas atau mekanisme kontrol, tetapi bahasa moral dan budaya yang menghubungkan organisasi dengan manusia di dalam dan di sekitarnya.

Selain itu, hermeneutika mengajarkan praktik reflektif: setiap angka yang dicatat harus dibaca sebagai cerita, dan setiap laporan harus ditafsirkan sebagai narasi yang mencerminkan pilihan, nilai, dan tanggung jawab. Praktik ini dapat diterapkan melalui:

  • Diskusi internal yang mendalam sebelum laporan disahkan, untuk memahami makna di balik angka.
  • Pelatihan akuntan dan auditor dalam perspektif nilai dan etika, bukan sekadar teknis.
  • Penyusunan laporan yang menekankan keseimbangan antara informasi finansial dan non-finansial, sehingga pembaca dapat memahami konteks sosial dan moral di balik angka.

Dengan penerapan hermeneutika, akuntansi menjadi ilmu yang hidup. Angka-angka bukan hanya alat pengukuran, tetapi bahasa yang menyampaikan pengalaman manusia, pilihan moral, dan tanggung jawab sosial. Akuntansi bukan sekadar menghitung, tetapi menafsirkan kehidupan ekonomi manusia secara holistik yang menghubungkan rasionalitas, moralitas, dan budaya dalam satu kesatuan yang bermakna.

Sintesis dan Refleksi

Hermeneutika Dilthey menyatukan tiga pilar filsafat pengetahuan: epistemologi, ontologi, dan aksiologi.

  • Dari segi epistemologi, pengetahuan diperoleh melalui Verstehen, yaitu pemahaman batin terhadap pengalaman manusia. Dalam akuntansi, ini berarti memahami konteks sosial dan moral di balik angka, bukan hanya membaca data secara mekanis.
  • Dari sisi ontologi, realitas ekonomi dipandang sebagai bagian dari Lebenswelt, dunia hidup yang penuh makna, pengalaman, dan nilai. Laporan keuangan adalah cerminan kehidupan manusia, bukan sekadar dokumen teknis.
  • Secara aksiologis, akuntansi selalu terkait dengan etika dan tanggung jawab sosial, karena setiap angka mencerminkan pilihan moral dan dampaknya terhadap manusia lain.

Dengan demikian, akuntansi hermeneutik menempatkan manusia kembali di pusat ilmu, menafsir kehidupan ekonomi secara holistik. Pendekatan ini mendorong lahirnya akuntansi reflektif, di mana akuntan menjadi penafsir yang menjaga makna, bukan sekadar pencatat angka.

Penutup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun