Mohon tunggu...
Mariemon Simon Setiawan
Mariemon Simon Setiawan Mohon Tunggu... Silentio Stampa!

Orang Maumere yang suka makan, sastra, musik, dan sepakbola.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Spiritualitas Kearifan Lokal, Penjaga Rumpun Bambu di Flores

5 Oktober 2025   23:49 Diperbarui: 7 Oktober 2025   20:39 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spiritualitas Kearifan Lokal, Penjaga Rumpun Bambu di Flores. (Sumber: Dokumen Pribadi)

Malam itu, kami bertiga duduk mengelilingi haza lika, mencari kehangatan di tengah hawa dingin Bajawa yang menggigit. Aroma daging babi panggang masih menyeruak, menyaingi aroma tua bhara yang sejak tadi belum habis. Kami bertiga sudah setengah sadar.

"Jao malam ini tidur di sini la." Son, kawan saya bergumam.

"Kenapa la?" tanya Hendra, si tuan rumah.

"Jao takut lewat di Bhetokeli la."

"Di mana Bhetokeli?" saya penasaran.

"Itu, di hutan bambu, sebelum masuk Mataloko. Angker la di situ."

Saya terdiam. Bukan karena takut, tapi bahwa angkernya hutan bambu sudah bukan rahasia lagi, termasuk di daerah asal saya Maumere. 

Namun, saya percaya bahwa ada suatu hal positif yang terselubung di balik cerita-cerita mistis itu. Di balik keangkeran dan mitos masyarakat lokal tentang hutan bambu, tanpa disadari, ada satu kehidupan yang diam-diam tumbuh dalam kesunyian. Yah, sesunyi hutan bambu itu sendiri.

***

Saya mengamini bahwa bambu, babi, dan moke, untuk masyarakat Flores pada umumnya, adalah sesuatu yang istimewa. Ketiganya bukan barang biasa, tetapi telah menyentuh aspek kultural masyarakat lokal yang diwariskan turun-temurun. Mereka mudah ditemukan, tetapi bernilai tinggi. Mereka sederhana, tetapi sakral.

Babi adalah hewan kurban, yang dari darahnya ia memateraikan keabsahan sebuah ritus atau upacara adat lokal, dan dari dagingnya ia merepresentasikan sebuah perayaan komunal.

Moke pada hakikatnya menghangatkan persaudaraan, mengambil bagian dalam mempererat hubungan sosial. Sementara bambu, ia mengisi, memperlancar, dan melengkapi berbagai kebutuhan masyarakat lokal dalam berbagai bidang.

Bambu telah memainkan peran penting dalam Sejarah panjang kehidupan masyarakat Flores. Soal arsitektur, bambu (dan kelapa) adalah 'arsitek' rumah-rumah adat di Flores.

Hampir 75% rumah-rumah adat di Flores menggunakan bambu. Bahkan sampai sekarang, bambu masih sering dikombinasikan dengan semen dan batu dalam konstruksi bangunan setengah tembok berdinding halar.

Bambu juga kerap memudahkan manusia dalam aktivitasnya. Dulu, orang-orang Flores mengambil air dengan menggunakan bambu dari sungai untuk dibawa ke rumah. Bambu juga menjadi saluran untuk menyalurkan air dari sumber mata air ke tempat penampungan.

Dari aspek budaya, bambu digunakan sebagai alat musik yang untuk mempermanis tabuhan gong dan gendang. Bambu juga menjadi salah satu bahan penting dalam kuliner masyarakat lokal. Misalnya, di Maumere orang-orang menggunakan bambu untuk membuat kue tradisional lekun dan memasak tu'in. Mereka juga mengonsumsi kibok sebagai sayur.

Bambu juga telah menggerakan jari-jari kreatif warga lokal untuk membuat kerajinan tangan yang bernilai ekonomis.

Bahkan, bagi mama-mama Flores, sebilah bambu dapat menjadi alat untuk 'mendidik' anak-anak mereka yang keras kepala! Di ujung bilah bambu, ada emas.

Kehadirannya dalam setiap aspek kehidupan inilah yang membuat masyarakat Flores selalu berusaha untuk melestarikan bambu.

Sejak dulu, para orangtua berupaya melestarikan bambu bukan saja untuk memenuhi sisi pemanfaatannya saja, tetapi juga merupakan suatu bentuk kepedulian ekologis demi keseimbangan ekosistem. Menariknya, semua itu dilakukan berdasarkan pada prinsip local ecological knowledge, tanpa penelitian ilmiah.

Di daerah yang kering, seperti Maumere, bambu ditanam di sepanjang sungai, terutama di area mata air. Bambu yang memiliki akar yang kuat, diyakini dapat menjaga kualitas air tanah, mengurangi erosi, dan menjaga kelembaban tanah. Bahkan pada saat musim hujan tiba, ada kebiasaan untuk membersihkan rumpun bambu di dekat Sungai agar tunas-tunas baru dapat tumbuh.

Di daerah Bajawa, ada aturan adat yang secara tidak langsung turut berpartisipasi dalam konservasi bambu. Bambu tidak boleh sembarang ditebang, terutama di daerah mata air. Masyarakat juga dilarang untuk menebang bambu secara berlebihan.

Semua kebijakan tradisional itu lalu dibungkus dengan kepercayaan masyarakat lokal, mitos, dan cerita-cerita mistis. Hal ini menegaskan juga bahwa bambu telah menempati suatu ruang dalam dimensi spiritual masyarakat lokal. Secara ekologis, melihat hutan bambu sebagai tempat yang sakral berarti turut menjaga vegetasi bambu.

Masyarakat lokal pada masa lampau melestarikan bambu tanpa mengerti soal perubahan iklim atau peran bambu dalam mengurangi emisi. Mereka mungkin belum paham bahwa bambu sebagai carbon sink dapat membantu target net zero emission 2060, atau dapat dimanfaatkan sebagai energi terbarukan melalui biomasa.

Orang-orang di Maumere barangkali tak mengetahui bahwa vegetasi bambu dapat meningkatkan infiltrasi tanah sampai 25% dan membantu recharge air tanah.

Masyarakat di Bajawa barangkali belum tahu kalau satu hektar bambu yang dewasa dapat menyerap hingga 12 ton CO2 per tahun. Atau nenek moyang orang Manggarai yang menanam bambu tanpa menyadari bahwa rumpun bambu dapat menjadi rumah bagi puluhan spesies serangga dan burung kecil.

Bahwa pada akhirnya semua bentuk pelestarian tradisional itu rupanya sejalan dengan beragam riset ilmiah termutakhir, itu adalah sesuatu yang patut disyukuri.

Semua itu dilakukan sejak dulu dengan hanya mengandalkan pemahaman akan ritme alam. Kehidupan yang selaras dengan alam membawa masyarakat lokal pada suatu pemahaman akan cara kerja alam, dan bagaimana cara yang tepat untuk menjaganya.

Kearifan lokal yang telah melahirkan kebijakan-kebijakan ecological pada akhirnya telah turut membantu untuk menciptakan bumi sebagai rumah yang nyaman untuk semua makhluk.

Bambu, oleh masyarakat lokal ditanam dengan harapan akan kesuburan tanah dan air, dibalut dengan pemaknaanya secara spiritual dan dibumbui mitos, telah menjadi senjata yang ampuh dalam menjaga dan melestarikan lingkungan, teristimewa di tengah isu perubahan iklim saat ini.

Kearifan lokal ini juga pada akhirnya akan memengaruhi kehidupan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Kolaborasi dengan lembaga-lembaga atau komunitas-komunitas pemerhati lingkungan yang berfokus pada pelestarian bambu dapat menjadi pintu masuk yang baik untuk "melengkapi" berbagai kebijakan masyarakat lokal agar menjadi lebih produktif.

Program-program seperti pembibitan bambu, penanaman bambu di daerah aliran Sungai, hingga pelatihan UMKM untuk para pengrajin bambu menjadi suatu kerja kolaboratif yang berdampak lebih luas, termasuk dalam aspek ekonomi.

Atas dasar inilah, kita dapat berkesimpulan bahwa kearifan lokal telah memainkan peran yang cukup penting dalam upaya pelestarian bambu, teristimewa di tengah isu perubahan iklim saat ini.

Masyarakat Flores telah memberi Pelajaran kecil di tengah krisis iklim dan deforestasi yang parah, bahwa pelestarian alam tidak melulu menunggu proyek besar. Ia bisa lahir dari kesederhanaan yang diwariskan lintas generasi.

Bagi mereka, melestarikan bambu adalah adalah suatu aksi sakral untuk memelihara bumi sebagai "Ibu", dan memelihara bumi sebagai "Ibu" berarti merawat kehidupan.

***

Ketukan pada sebuah bambu yang pecah telah mengawali tabuhan meriah musik tradisional gong waning. Gelas kecil dari bambu berisi moke masih di tangan, belum menyentuh bibir. Saya terpaku, tak ingin ketinggalan menyaksikan salah satu tarian paling indah dari Maumere: Tua Reta Lou.

Penari laki-laki itu menari dengan lincah, ketika bambu mulai ditegakan di di tengah para penari yang membentuk lingkaran kecil. Bahunya naik turun dengan lentur, sembari mengamati bambu yang menjulang. Tingginya kurang lebih 4 meter. Musik gong waning ditabuh makin keras. Darah para penonton seperti mendidih, ikut menggoyangkan badan.

Semua mendadak bersorak begitu penari laki-laki tadi menaiki bambu tersebut, dengan tangan dan kaki kosong, tanpa bantuan apa-apa. Tidak ditolong siapa-siapa.

Di puncak, ia 'memasang' perutnya di ujung bambu, lalu menari dengan begitu enerjik. Penari yang mengelilinginya lalu memutar-mutar bambu. Ia tak goyah sedikitpun. Semua penonton berteriak histeris. Dan saya merinding! Sungguh suatu perayaan kebudayaan bernilai luhur yang tak tertandingi!

Dari sini, saya menyadari bahwa bambu telah disentuh aspek kultural-spiritual, dan masih terawat hingga hari ini. Ia tidak lagi semata-semata menjadi simbol dan atribut dalam kehidupan sehari-hari, tetapi ia juga bernilai, berfilosofi, dan bernyawa.

Bambu tidak saja menceritakan keseimbangan antara alam dan manusia pada masa lalu saja, tetapi juga memikul harapan kecil akan lingkungan yang ramah, ekonomi yang adil, dan budaya yang lestari.

Oh iya, apakah kalian masih ingat moke di tangan saya tadi? Yah, ada beberapa batang bambu yang digunakan di kuwu supaya segelas moke ini bisa berada di tangan saya, tiba di lambung saya, dan menghangatkan tubuh saya.

Keterangan:

*haza lika: tungku api; tungku menempati ruang penting dalam konstruksi rumah orang Bajawa.

*tua bhara: minuman beralkohol tradisional khas Bajawa.

*jao: saya; bahasa Ende.

*moke: minuman beralkohol tradisional orang Maumere.

*halar: pelupuh, bambu yang dicacah kasar; biasa digunakan sebagai dinding rumah.

*lekun: makanan tradisional dari beras hitam dan santan yang dimasukkan ke dalam bambu, dimasak dengan cara dibakar.

*tu'in: makanan tradisional olahan jeroan dan darah yang dimasukkan ke dalam bambu, dimasak dengan cara dibakar.

*kibok: tunas bambu muda yang biasa dijadikan sayur.

*gong waning: alat music tradisional orang Maumere yang terdiri dari gong, gendang, dan bambu.

*tua reta lou: tarian tradisional orang Maumere; penari menari di atas bambu yang tinggi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun