Beberapa waktu lalu, netizen sempat dihebohkan kabar perselingkuhan suami dari TikTokers ternama dan saya tidak perlu menyebutkan namanya.Â
Sepasang suami istri itu hampir diisukan bercerai, namun akhirnya rujuk dan sekarang telah lahir anak kedua mereka. Terlepas dari huru-hara pernikahan mereka, ada satu kalimat yang menyentil saya dari pihak si istri atau si TikTokers tersebut.
Jadi dalam suatu unggahan ada kalimat dari sang istri yang menyebutkan kalau dia ingin mendapatkan suami yang bisa meringankan beban utang dirinya senilai ratusan juta akibat ditipu oleh teman.Â
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan doa TikTokers tersebut, namun saya fokus dengan kalimat "Ingin punya suami yang bisa meringankan utangnya".
Lantas terpikir dalam benak saya, apakah benar pernikahan bisa mengatasi kesulitan keuangan salah satu pihak atau bahkan keduanya? Hhmm... apakah benar-benar bisa?Â
Lalu bagaimana jika salah satu pasangan menolak untuk meringankan kesulitan keuangan pasangannya? Tentu akhirnya menikah tidak bisa jadi solusi keluar dari kesulitan keuangan, malah yang ada pasutri baru bisa bertengkar karena tidak mau tahu dan tidak mau membayar utang pasangannya.
Sebenarnya menikah itu tujuannya untuk apa sih? Kalau dalam agama Islam yang saya anut, menikah itu untuk menyempurnakan separuh dari agama.Â
Menikah bertujuan untuk membangun keluarga yang harmonis dan meneruskan garis keturunan jika diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk memiliki anak.
Dalam kaitan nafkah, tentu saja suami sebagai kepala keluarga berkewajiban untuk memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Nafkah yang saya bahas dalam artikel ini adalah biaya hidup seperti sandang, pangan dan papan.Â
Namun pada kenyataannya, saat ini ada beberapa keluarga yang nafkahnya tidak berasal dari suami saja. Terkadang ada istri yang dengan sukarela juga turut membantu perekonomian keluarga.Â