Mohon tunggu...
Maria Saudale
Maria Saudale Mohon Tunggu... Dokter - Profil dan bio isinya tidak beda sih

Merangkum diri dalam kolom bio itu susah, jadi baca saja tulisan saya

Selanjutnya

Tutup

Humor

Mengulik OK Boomer

3 Desember 2019   18:03 Diperbarui: 3 Desember 2019   18:09 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Belum lama saya menonton sebuah video di youtube, berjudul OK Boomer dari channel youtube Peter Kuli dan sukses ditonton lebih dari 200.000 kali.  Videonya cukup menarik secara visual, tetapi tidak untuk lagunya.  Tidak lama kemudian bermunculan video-video lain dengan tema yang sama.  Lelucon ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 2018, tetapi mulai sering digunakan pada Januari 2019, tersebar di berbagai platform sosial media dan semakin popular saat seorang anggota parlemen di New Zealand, Chle Swarbrick mengatakan "OK Boomer" sembari mengangkat tangannya menyetop seseorang menginterupsi, saat ia berpidato. Ada juga video TikTok memperlihatkan seorang lelaki tua berkata Millenials dan Gen Z dianggap mempunyai Peter Pan Syndrome atau tidak mau bertumbuh dan hidup dalam dunia utopia hingga dewasa nanti, lalu disaat yang bersamaan ada seorang anak terlihat mendengar lelaki dan menulis "OK BOOMER" pada bukunya, saya tertawa.

Merujuk pada situs urban dictionary, OK Boomer tidak mempunyai satu arti yang baku, tetapi dapat disimpulan sebuah frase yang digunakan saat generasi lebih muda kehabisan akal (atau mungkin kesabaran) untuk menanggapi ocehan dari generasi yang lebih tua dan pada laman dictionary diperjelas ungkapan tersebut ditujukan kepada orang-orang tua yang berpikiran sempit.  Sebelumnya saya ingin menjabarkan mengenai generasi. 

Singkatnya  menurut sebuah theoritical review "Teori Perbedaan Generasi"yang ditulis oleh Yanuar Surya Putra menjelaskan bahwa generasi terbentuk karena sekelompok individu yang lahir pada tahun yang sama dan mengalami berbagai kejadian bersejarah bersama.  Pembagian generasi dalam jurnal "Boomers, Xers, and Millenials: Who are They and What Do They Really Want from Continuing Higher Education" ditulis oleh Cathy Sandeen pada tahun 2008; Baby Boomer (lahir 1943-1960), Generasi X (lahir 1961-1981), Generasi Y atau  Millennials (lahir 1982-2003), dan Generasi Z (lahir 2004-2010).  

Jika kita sesuaikan dengan kondisi di Indonesia pada jamannya masing-masing maka bisa diringkas, Baby Boomer merupakan generasi yang menjadi saksi kemerdekaaan Indonesia hingga pembentukkan negara ini dimulai.  Generasi X melihat sebuah bangsa yang masih seumur jagung, diterpa berbagai masalah terutama isu PKI dan inflasi. Generasi Y lahir dengan sejarah reformasi dan internet mulai berkembang.  

Kembali lagi dengan frase OK Boomer, sebagaian besar orang akan menganggap hal ini hanya sebatas lelucon saja, tidak kurang dan tidak lebih.  Nilai lucunya bertambah ketika diucapkan kepada mereka yang tidak menyadari sedang diejek dengan dua patah kata sederhana.        Berhubung ok boomer belum terkenal dijaman saya remaja, yang hanya bisa saya ucapkan "iya deh, kalian yang paling benar" atau jika bertemu yang bukan bagian dari keluarga, saya hanya tersenyum lalu pergi, tanpa tahu bahwa saya tidak peduli dengan pendapat mereka.  Dua kata ini cara sederhana mengatakan "kamu berisik deh, padahal dibilangin yang benar". Mari kita ingat-ingat lagi seberapa sering komentar  bermunculan mengenai generasi kita sekarang? Entah itu dari orang tua, keluarga besar, tetangga, teman arisan mama-papa, dan lain-lain.  Kalau saya sering mendengar kalimat-kalimat ini "Kamu itu tidak merasakan kesusahan seperti dulu", atau "Kalian ini udah enak semua serba ada", atau yang paling saya tidak tahan "Sekarang nilai moralnya sudah hilang, pantas sekarang bencana dimana-mana".  

Bohong jika saya bilang tidak kesal, jenuh, dan marah, tetapi mungkin karena makin tua, saya belajar untuk memahami sudut pandang generasi sebelum kita ini (kan kamu yang baca juga masih muda kan?).  Saya mengerti bahwa jaman mereka mengalami banyak kesusahan, mulai dari segi pendidikan, finansial, dan mungkin hal yang dasar segi percintaan.  Hanya saja saya berpikir ulang, betulkah generasi ini dimudahkan, terlalu bebas, dan amoral? Pada tahun 2013 seorang futurist, Jerome C. Glenn menulis artikel "15 Global Challenges for The Next Decades" dan persoalan yang dihadapi hal yang berulang; pertumbuhan penduduk, ekonomi, kesenjenjangan sosial, penyakit-penyakit baru, ketidakstabilan politik, dan lain-lain.  

Frase ini bukan hanya lelucon saja tetapi sebagai bentuk perlawanan, bahwa generasi muda punya pemikiran dan prinsip sendiri, belum lagi masalah baru terus bermunculan.  Saya berpikir dengan kemajuan teknologi apakah akan sejalan dengan kemajuan manusia dalam berperilaku dan berpikir?  Saya merasa perkembangan jaman justru jadi tanggung jawab baru untuk generasi berikutnya, sama seperti generasi pendahulu berpikir, aku kan kerja buat anak-anakku.  Lucu juga saat nanti kita punya keturunan, lalu bilang "Jaman mama dulu gak seenak kayak kamu sekarang" terus dijawab "OK Millenials" (tapi dalam hati), karena dalam esai Karl Mannheim tahun 1952  berjudul "The Theory of Generations" mengatakan, In contrast to imaginary society with no generations, our own,-in which generation follows generation-is principally characterized by the fact that cultural creation and cultural accumulation not accomplished by the same individuals-instead, we have continuous emergence of new age groups.  Sehingga saya rasa lelucon ini baik dalam bentuk ucapan atau dibuat menjadi lagu atau memes tidak perlu tersinggung.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun