Tidak terasa, besok 17 April 2019 masyarakat memilih calon presiden pilihan mereka masing-masing. Tidak menutup kemungkinan pula bahwa banyak masyarakat yang memilih untuk golput. Tentu saja orang-orang golput ini dicap tidak menunjukkan warga negara yang baik dan sebagainya. Bahwa bagaimanapun kenyataannya ada atau tidak ada suara golput, tetap nanti akan ada pemenang dan pemerintah akan tetap berjalan.
Soal politik, mengapa semua orang diharuskan untuk mencoblos meskipun tidak mengerti sama sekali tentang politik dan masalah kenegaraan? Harus disadari satu hal yaitu: TIDAK SEMUA ORANG PUNYA KAPASITAS SEBAGAI PEMILIH. Mengharuskan setiap warga untuk mengikuti pemilu, sedangkan mereka tidak punya kapasitas sebagai pemilih yang baik, ini adalah hal yang berbahaya. Akibatnya mereka memilih bukan karena pertimbangan matang yang rasional berdasarkan data dan fakta, tapi berdasarkan hal-hal bodoh, seperti agama sang capres, keturunan Cina, atau cuma karena tidak suka sama capres yang satu makanya pilih capres lawannya, dan segala macam isu yang sama sekali tidak menyentuh masalah-masalah krusial di atas.
Jason Brennan, seorang filsuf dari Georgetown University, dalam bukunya The Ethics of Voting, mengatakan bahwa mendorong orang yang tidak memiliki pengetahuan yang memadai untuk memilih, bukan cuma hal yang sia-sia, tapi juga salah secara moral. Memilih bukanlah sebuah kewajiban, tapi bagi banyak orang mungkin sebaiknya punya kewajiban untuk tidak memilih.
Walaupun hasil pemilihan jadi penentu pemimpin negara Indonesia dalam lima tahun ke depan. Presiden dan wakil rakyat yang telah terpilih akan menentukan arah dan masa depan Indonesia dalam lima tahun ke depan. Para pemegang teguh golput hanya meminta agar saling menghargai setiap pilihan yang telah diambil setiap orang, agar tidak memaksa dan melarang apapun yang jadi pilihan. Seperti puluhan orang yang tergabung dalam Komite Politik Alternatif mendatangi Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, meminta semua pihak menghargai orang yang memilih golput pada Pemilu 2019.
Humas Komite Politik Alternatif, Herman Abdurrahman, menyampaikan pihaknya merespons elite politik yang dalam beberapa waktu terakhir mendiskriminasi pemilih golput.
"Jangan ada lagi intimidasi, diskriminasi terhadap gerakan golput. Kita memandang bahwa memilih itu bukan kewajiban, itu adalah hak. Memilih atau tidak memilih adalah hak setiap warga negara," kata Herman saat di tengah aksi di depan Kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa (2/4).
Ia mengatakan diskriminasi itu datang di saat pilihan politik dan sistem politik yang ada tak terbuka seluas-luasnya untuk rakyat. Sistem saat ini disebut hanya menguntungkan sebagian pihak.