Mohon tunggu...
Maria Kristi
Maria Kristi Mohon Tunggu... Dokter - .

Ibu empat orang anak yang menggunakan Kompasiana untuk belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berterima Kasihlah pada Para Pelaku Childfree

17 Mei 2021   09:43 Diperbarui: 17 Mei 2021   09:52 1666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kredit foto: Thomas Park/Unsplash

Pada kasus lain, jika kedua orang tua tersebut adalah pekerja seperti saya dan suami. Banyak anak tidak berkorelasi dengan peningkatan pendapatan karena penghasilan keluarga tersebut ya cuma segitu saja. Korelasinya justru dengan jumlah pengeluaran. Makin banyak anak makin banyak pengeluaran.

Benarlah bahwa saat ini punya anak hanya berfungsi sebagai klangenan kedua orang tuanya: untuk disayang-sayang.

Jadi bagaimana? Apakah saya mendukung mereka yang memutuskan untuk childfree?

Hm ... Saya memposisikan diri di tengah-tengah, tidak mendukung dan tidak pula mengutuk. Saya sendiri bukan pelaku childfree. Meskipun demikian, saya merasa tidak sepantasnya kita marah dan mencaci maki (atau membuli) mereka yang memutuskan untuk tidak memiliki anak.

Ada banyak sekali alasan pasangan untuk tidak memiliki anak, bukan hanya dari segi ekonomi. Beberapa akan saya sebutkan nanti.

Satu hal yang perlu diingat, diskriminasi pada pelaku childfree memang berat, terutama jika ia berjenis kelamin perempuan. Perempuan yang memutuskan untuk tidak punya anak biasanya dianggap gila sampai "melawan takdir" oleh keluarga dan masyarakat.

Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Corrine Maier, seorang penulis berkebangsaan Perancis sampai menulis buku berjudul No Kids: 40 Reasons For Not Having Children, untuk memaparkan alasannya yang tidak memiliki anak. Nah kan, terbukti bahwa selain karena ekonomi, ada banyak sekali alasan orang untuk tidak punya anak.

Dari sekian banyak alasan dalam buku tersebut, ada beberapa yang baik dan seharusnya tidak mengganggu kita yang memutuskan untuk memiliki anak. Salah satunya adalah ketidaksiapan emosional.

Tidak semua orang siap untuk menjadi orang tua. Banyak orang tua yang dulunya mengalami toxic parenting melakukan hal yang sama setelah menjadi orang tua: melampiaskan kekesalan pada orang tua mereka yang ada di bawah sadar pada anak-anaknya yang belum bisa melawan. Beberapa orang yang sadar akan hal ini memutuskan untuk keluar dari lingkaran setan ini dengan tidak memiliki anak. Masakan kita menambahi beban mereka dengan mengatakan, "punya anak dulu, nanti kan insting parentingnya keluar sendiri." Punya anak kok pakai coba-coba.

Alasan lain yang tidak kalah bagus dan bahkan bermanfaat untuk orang lain adalah mengurangi masalah yang ditimbulkan oleh manusia pada planet bumi akibat overpopulasi. Jika alasan sebelumnya hanya melindungi para (calon) anak dari kekerasan dalam rumah tangga, maka alasan ini lebih universal.

Di tahun 2020, jumlah penduduk dunia sudah mencapai angka 7,7 milyar. Itu manusia semua lho. Dengan kecepatan berkembangbiak manusia saat ini, diperkirakan pada tahun 2050 jumlah manusia mencapai 9,7 milyar. Tentu saja itu bukan jumlah yang kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun