Sekitar akhir Maret kemarin saya memiliki waktu yang agak longgar. Waktu itu saya gunakan untuk berkunjung ke salah satu candi yang membuat saya penasaran: candi Prambanan. Dulu saya pernah ke candi ini saat masih SD tingkat bawah (kalau tidak kelas 1 ya kelas 2). Ingatan yang tersisa adalah: gelap dan bau. Hehe.. mungkin kami pergi di waktu malam dan mungkin baunya berasal dari kotoran kelelawar yang bersarang di sana. Tapi itu dulu.
Kali ini saya berangkat sendiri naik bus Trans Yogya. Enaknya naik bus ini adalah sekali naik hanya membayar Rp 3.500,00 tidak peduli berapa kali ganti bus pun. Mungkin suatu saat saya akan menulis tentang pengalaman jalan-jalan dengan bus ini. Saya naik dari halte depan RS Sardjito, “Ke Prambanan”. Pertama petugas meminta saya naik bus no 3B kemudian turun di halte yang ditunjukkan dan berganti ke bus 1A yang “arah Prambanan”.
Suasana di bus cukup lowong. Setidaknya saya masih bisa duduk. Memang saat itu bukan jam sibuk, kalau tidak pasti sudah berdesak-desakan bahkan ditolak masuk. Saya cukup menikmati pemandangan Yogya dari atas bus.

Kembali ke perjalanan saya dan tinggalkan dua kakek beda benua tadi mengobrol. Akhirnya bus kami sampai di terminal Prambanan. Tempat pemberhentian akhir sehingga semua penumpang, termasuk saya harus turun. Terminalnya kecil sekali, hanya ada satu pemberhentian bus Trans Yogya dan lapangan yang tidak seberapa luas. Mungkin bus yang berhenti di tempat ini adalah bus-bus kecil dan angkutan kota. Awalnya saya mengira candi Prambanan sudah dekat, karena toh nama tempat ini sudah Prambanan (ternyata Prambanan adalah nama desa tempat candi tersebut berada), tapi mengapa ada tukang ojek yang menawarkan jasa untuk mengantar ke candi?
Dasar pelit, saya memutuskan untuk berjalan kaki. Sebagian keputusan ini disebabkan oleh karena telah melihat pagar candi Prambanan di seberang terminal tersebut. Keputusan yang tidak terlalu baik, kecuali memang ingin berolahraga. Ternyata pagar tanaman itu panjang sekali. Kita tidak dapat masuk begitu saja dari seberang terminal. Harus berjalan cukup jauh, dari pagar hijau lalu pagar berganti menjadi pagar besi tapi masih belum menemukan jalan masuk. Kalau saya perkirakan, panjangnya jalan di sisi pagar itu dapat mendekati 1 kilometer. Jarak yang cukup jauh, terutama jika kita berjalan di siang hari yang terik.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah membeli tiket masuk. Harga tiketnya Rp 30.000,00 untuk turis domestik dewasa seperti saya. Harga tiket untuk turis mancanegara lebih mahal, tapi saya lupa berapa. Ada harga yang berbeda untuk anak-anak. Di loket, kita akan ditawari apakah mau membeli tiket di kawasan candi Prambanan saja atau berlanjut ke candi Roro Jonggrang. Jika mengambil paket terusan, nantinya kita akan naik semacam shuttle bus ke tempat tersebut. Mengingat saya datang sudah relatif siang, saya memutuskan untuk hanya berputar-putar di candi Prambanan.


Mendekat ke arah candi, saya berusaha untuk fokus pada ukir-ukiran yang ada. Konon jika kita berkonsentrasi pada ukiran yang ada kita akan seperti mengadakan perjalanan spiritual. Ukiran di bagian paling bawah candi mengambarkan keadaan di dunia bawah, lantai 1 dunia manusia, dan yang atas nirwana. Meskipun berusaha berkonsentrasi, tetap saja saya tidak tahu apa arti ukiran di depan saya. Buku seharga Rp 10.000,00 yang tadi saya beli memberitahukan beberapa informasi seperti nama makhluk yang diukir pada candi dan garis besar cerita yang terukir di ketiga candi utama. Namun tetap saja tidak memberikan informasi sebanyak yang saya inginkan. Memang benar bahwa ada harga ada rupa.