Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Kolang Kaling dan Teladan Toleransi Mewarnai Kenangan Masa Kecil di Sukabumi

4 Juni 2018   00:01 Diperbarui: 4 Juni 2018   00:33 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: childreneducatrionfunds.inc

Karena dilarang,  saya diam-diam sering jajan asinan. Bersama dengan Vonny, anak tetangga yang tinggal di samping rumah Yane, saya menyantap asinan di rumah Yane. Yane yang muslim tentu saja berpuasa, sedangkan saya dan Vonny tidak. Anehnya dulu kok ngga kepikiran dosa karena makan di depan orang yang berpuasa. Yane juga cuek saja, malah menyilahkan kami makan jajanan di rumahnya.

Bik Mimin berjualan asinan dalam satu waskom hijau yang berukuran besar dan bercorak abstrak. Ada  nanas muda, bengkuang,  mangga kweni dan ubi jalar. Semua dalam potongan besar yang direndam  dalam cairan cuka kelapa yang dibumbui garam,  gerusan cabai merah dan cabai rawit.

sumber: carousel.com
sumber: carousel.com
Mengapa ibu melarang jajan asinan?  Ssstttt.....jangan bilang-bilang ke ibu ya, dia takut anaknya sakit perut. Iya sih sekilas ngga higienis ya? Prosesnya kan ngga dimasak terlebih dulu dan dijual di pinggir jalan terkena paparan debu. Tapiiii.....yang dilarang emang menggoda. Rasanya 10 kali lipat lebih enak. Jika Vonny fanatik asinan mangga kweni, saya memilih  bengkuang yang krekes-krekes dengan kuah asinan yang asam manis pedas, duh sedappp!!!

Selain kolak, yang sering dibuat ibunda selama bulan puasa adalah es cincau hijau. Dibuat dari daun cincau yang tumbuh subur di depan rumah, ibu menyuci bersih daun-daun tersebut,  kemudian daun-daun diremas-remas/dihancurkan,  dicampur air masak, disaring dan dibiarkan dalam satu mangkuk. 

Menjelang waktu Magrib, ibu akan menyajikan cincau yang telah berbentuk agar-agar dalam gelas berisi air manis dingin. Ya, walaupun tidak ikut berpuasa, kami ikut bersuka ria, bergembira dengan es cincau dan kolak pisang. Padahal kala itu ngga ada satupun anggota keluarga yang beragama Islam. Ajaib bukan?

Toleransi, sebetulnya bukan kata baru yang harus bolak-balik didengungkan. Toleransi muncul dari kebutuhan masyarakat untuk hidup damai,  rukun, dan saling menghargai. 

Tanpa pendidikan PPKn dan penataran P4, ibunda yang memegang teguh agama Katolik, telah mengamalkan toleransi, menunjukkan cara bertoleransi pada anak-anaknya agar kami meneladani tanpa banyak tanya. Karena kami paham, hidup damai luar biasa nyamannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun