Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Adisa dan Mikha

16 Mei 2018   19:32 Diperbarui: 17 Mei 2018   20:14 2623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: (Roberto Machado Noa/LightRocket via Getty Images)

Adisa dan Mikha merupakan 2 sosok fiktif. Keduanya perempuan berbeda agama. Adisa seorang muslimah sedangkan Mikha beragama Katolik. Karena suatu hal, dua sahabat seumuran ini tinggal dibawah atap yang sama. Ritme hidup keduanya diwarnai dengan membahas banyak hal sambil minum kopi, mendengar musik dan mengemil kue hangat.

Hal remeh-temeh hingga poligami, kristenisasi, mengapa Adisa masuk Islam, dan mengapa dia menggunakan hijab didiskusikan oleh mereka berdua. Karena, ya Adisa seorang mualaf.

Adisa dan Mikha tercipta akibat kegelisahan yang saya alami. Sebagai seorang muslim saya harus menerima ayat-ayat suci Al Quran sebagai kebenaran mutlak yang tidak boleh dipertanyakan. Termasuk izin Allah yang memperbolehkan kaum pria untuk beristri lebih dari satu. Terima, yakini, selesai. Karena pada satu ayat melekat ayat-ayat suci lainnya.

Anehnya, ketika saya mengatakan hal tersebut, teman-teman pria merasa heran. Teman pria mengajukan sejuta alasan. Sedangkan teman perempuan menyumpah, "Rasain lho kalo suamimu ntar poligami".

Mereka lupa bahwa ayat suci sungguh berbeda dengan pelaksanaan umatnya.

Jangankan poligami, aturan wajib seperti sholat, zakat dan puasa, sering kita langgar. Jangan dicampur aduk jika berharap menjadi umat yang bertakwa.

Adisa dan Mikha lah yang mengupas tuntas dengan ringan. Tidak menggurui karena saya bukan lulusan Fakultas Teologi. Hanya beruntung dengan makin mudahnya mencari referensi agama, mengenal tokoh agama nonmuslim, dan tentunya tokoh agama Islam. Yang tak kalah penting adalah pengalaman hidup sebagai nonmuslim sejak umur 3 hari hingga menjelang usia 28 tahun.

Masih lekat dalam ingatan, kisah mengenai para nabi yang ditulis dalam lembaran kertas berwarna mengilap. Masih belum lupa, bagaimana marahnya bapak/ibunda saya jika salah satu anaknya terlambat berangkat ke gereja.

"Diberi Tuhan nikmat 7 hari, masa ke gereja cuma sejam aja telat," kata ibunda dengan nada marah. Kami paham mengapa bapak dan ibu marah. Mereka meyakini agama sebagai way of life. Jika ingin hidup sesuai norma, ya jalankan agama yang dianut dengan benar.

Karena itu betapa sedihnya saya ketika ada beberapa ustad mualaf menjelek-jelekan agama asalnya. Kalimat-kalimat seperti: mereka menyembah 3 Tuhan,mereka menetapkan Hari Kelahiran Nabi Isa yang salah, hingga yang remeh seperti Nabi Isa kan lahir di padang pasir, kenapa ada pohon cemara? Dan kalimat-kalimat lain yang tidak bermanfaat dan hanya menghasilkan perpecahan antaragama.

Karena umat nonmuslim toh tidak akan mengubah penetapan hari rayanya. Dampak negatif justru mungkin terjadi pada umat Islam, merasa agama nya "lebih" maka akan menyebablan "riya". Dan seperti kita ketahui, riya merupakan dosa besar pengggugur amal.

Apa hubungannya Adisa dan Mikha dengan bulan Ramadhan kali ini?

Tulisan berseri Adisa dan Mikha raib digondol maling, bersama ratusan file dan ribuan foto yang tersimpan dalam laptop. Saya berencana membuat 3 buku, tentang RK, Adisa dan Mikha serta pahit manis membangun komunitas social entrepreneurship. Pingin nangis pastinya. Terlebih setiap tulisan umumnya dipicu oleh keadaan yang sedang berlangsung. Seperti kini pembicaraan terorisme sedang marak, Adisa dan Mikha pernah membahasnya.

Tapi, seperti biasanya, tangisan tak menghasilkan apa-apa selain rasa plong sesudah dada terasa sesak. Di bulan Ramadhan ini saya berencana menulis ulang, minimal 10 tulisan.

Mengapa baru menulis ulang? Karena di setiap bulan Ramadhan selalu ada rangkaian pengajian intensif. Umumnya muncul ide tulisan sesudah mendengar tausiah dan berdialog dengan ustad yang datang.

Mengapa tidak menyimpan di tempat yang aman, cloud atau apa gitu? Ya, saya memang gaptek. Ada beberapa yang pernah saya publish di blog pribadi. Sebagian unpublish karena harus saya edit.

Salah satunya adalah mengenai Idul Adha:

*****

"Dis, pernah nggak kepikir adanya persamaan sekaligus perbedaan dalam agama kita? Kita sama-sama percaya bahwa nabi Ibrahim mengorbankan anaknya untuk Tuhan. Bedanya dalam agamaku, Katolik yang dikorbankan Ishaq, dalam Islam yang dikorbankan Ismail. Apa karena akhirnya nanti Nabi Ismail menurunkan Nabi Muhamad, sedangkan Ishaq menurunkan Yesus, eh Nabi Isa?"

Adisa tercenung .... Hampir kupikir pertanyaanku tak akan dijawabnya, ketika tiba-tiba:

"Nampaknya ngga sesederhana itu, Mik. Setiap peristiwa kenabian kan merupakan simbol-simbol. Jadi jangan dimaknai secara harfiah. Tuhan memang memberi instruksi agar nabi-Nya berkorban. Entah Ishaq atau Ismail menjadi tak penting karena pengertian berkorban ngga sekedar potong kambing dan sapi".

"Maksudmu?"

"Iya , buat apa berkorban sapi jika ngga mau berkorban dalam kehidupan sehari-hari. Ngantri misalnya, kan berkorban waktu dengan menghargai orang lain datang yang lebih dulu. Juga berkurban lainnya seperti ngga saling nyrobot di jalan raya. Hasil akhirnya menyenangkan , tapi harus ada pengorbanan dulu dari setiap orang".

 "Ah, aku ingat pernah membaca tentang perilaku commuter yang enggan memberikan tempat duduk pada perempuan tua dan perempuan hamil. Cewek yang masih muda dan sehat malah main ponsel. Walau kupikir laki-laki muda juga banyak".

"Iya, berkorban seperti itu yang seharusnya kita lakukan. Memotong hewan korban bagi yang mampu memang sesuai syariat agama, tapi yang terpenting implementasi berkurban dalam tindak tanduk kita sehari-hari."

"Lha, kamu kok jadi pinter, Dis?"

"Hehehe, itu bukan hasil pemikiranku kok. Itu murni penjelasan ustadku di pengajian, dr Tauhid Nur Azhar".

*****

Untuk saya, sungguh bukan perkara mudah menulis dalam bentuk seperti ini. Tapi, satu-satunya cara yang saya tahu agar tak terkesan menggurui. Saya harus cepat. Karena waktu melaju tanpa pernah rehat. Waktu tak mau menunggu. Ajal setiap saat tiba. Saya harus cepat menulis dan meninggalkan coretan pesan agar jangan bertengkar mengenai agama orang lain. Percuma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun