Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Makkk, Aye Masuk Tipi"

20 November 2017   12:18 Diperbarui: 20 November 2017   12:55 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pengelolaan sampah di #ceritaindonesia (dok.pri)

Rubrik apa yang sepi penulis dan pembaca? Yes, rubrik hijau adalah salah satunya. Tapi berbahagialah wahai kawan-kawan kompasianer, karena hanya Kompasiana yang menyediakan kolom hijau/lingkungan hidup. Paling tidak sejauh saya blusukan mencoba blog keroyokan lainnya.

Terlebih pada awal saya mendaftar di platform nan keren ini, tepatnya tanggal 26 Maret 2010,  ada 3 rubrik hijau, yaitu penghijauan, limbah dan nokia green. Kemudian ketiganya dilebur jadi satu menjadi rubrik hijau seperti yang kita kenal.

Bukan tanpa sebab saya senang sekali mengisi akun saya dengan tulisan-tulisan hijau. Paling tidak ada 3 hal yang melatar belakangi.

  • Hanya itu yang saya kuasai. Pasca tragedi Bandung Lautan Api yang amat memalukan penduduk Bandung (harusnya). Saya 'berguru' dengan banyak orang, banyak lembaga, bergabung dengan kegiatan mereka dan mengikuti berbagai workshop. Bahkan sering hadir sebagai peserta sosialisasi regulasi pemerintah, maklum pegiat lingkungan hidup ngga sebanyak sekarang. Sehingga tidak aneh jika terjadi pertemuan 'loe lagi loe lagi'. Hasil dari banyak kesempatan itulah yang ingin saya bagikan, agar kepala tidak terasa 'penuh'. Plong banget rasanya jika telah selesai posting satu tulisan. Salah satu tulisan sosialisasi regulasi pengelolaan sampah adalah tentang UU 32 tahun 2009 yang kala itu baru saja diresmikan.
  • Kegelisahan.  Umumnya  orang gelisah melihat ketidak adilan, juga ketidaksepahaman dalam penyelesaian kasus. Salah satunya paradigma bahwa teknologi bisa menyelesaikan semuanya. Sangat terlihat dalam masalah sampah di Indonesia dengan solusinya  pembangkit listrik tenaga sampah. Tak kurang Presiden Jokowi membuat instruksi agar proyek pembangkit listrik bertenaga sampah (PLTSa)  dipercepat. Padahal selain biayanya yang mahal banget, hingga mencapai triliunan  rupiah, teknologi semacam sudah dihentikan di banyak negara karena mencemari udara. Sementara itu PLTSa tidak mengubah kebiasaan warga buang sampah sembarangan, di saluran air, lahan kosong, dan di tempat-tempat ajib lainnya. Akibatnya timbulan sampah tetap terjadi dan Indonesia dilaporkan sebagai pencemar lautan ke-2 terbesar di dunia. Nah, daripada ngomel panjang pendek di status facebook, kan lebih baik menulisnya di Kompasiana. Kalaupun bikin status,  umumnya untuk memancing pendapat banyak orang agar postingan lebih kaya. Tulisan saya yang memprotes PLTSa, ada disini. Alhamdullilah, tidak lama kemudian Jokowi membatalkan niatnya. Penyebabnya bukan tulisan saya tentu, tapi dikabulkannya uji materi koalisi penggugat oleh MA.
  • Bisa langsung publish dan banyak yang baca. Gimana sih rasanya pingin curhat? Ingin segera terdengar kan? Jika mengirimkannya ke media cetak pastilah lama banget,  itupun belum tentu lolos. Harus melalui serangkaian proses dan pertimbangan tempat yang terbatas.   Menulis di blog pribadi? Dengan topik yang tidak 'seksi'?  Jiahhh .....  sudah lumayan jika ada 5 orang yang mau baca, dan paling juga teman-teman sendiri. Walau kini banyak tulisan di blog yang menjanjikan, namun rata-rata pemiliknya seleb medsos, apapun yang ditulis akan diserbu pendukungnya.  Sedang saya mah apa atuh?

Kang Pepih Nugraha, founder Kompasiana adalah salah seorang yang mendorong kompasianer agar menulis sesuai spesialisasinya. Dulu, dalam rangka Kompasiana Bogshop dan event lainnya, admin Kompasiana kerap bertandang ke Bandung. Kesempatan ini saya gunakan baik-baik untuk menambah kemampuan menulis karena mereka sangat mendukung kompasianer yang mau memperbaiki kualitas tulisan.

Walaupun saya kerap bandel, sok-sokan nulis rubrik lain seperti politik , akhirnya konten sesuai spesialisasi yang membawa saya ke pengalaman baru atau 'naik tingkat'. Apa saja?

1.  Menerbitkan buku

buku Jokowi (bukan) Untuk Presiden (dok. Kompasiana.com)
buku Jokowi (bukan) Untuk Presiden (dok. Kompasiana.com)

Berhubung nulis di blog keroyokan, bikin bukupun bareng-bareng. Ada sekitar 60 tulisan kompasianer dalam buku Jokowi (bukan) Untuk Presiden dan Ahok Untuk Indonesia. Di buku Jokowi, ada 2 tulisan saya, sedangkan di buku Ahok hanya 1 tulisan. Semuanya mengenai saran pengelolaan limbah. 

Kebanggaan tulisan dipilih oleh admin dan diterbitkan Gramedia, sungguh sangat tinggi nilainya. Karena itu ketika banyak yang meributkan honor menulis, bahkan kompasianer yang tulisannya tidak terpilih ikut ribut, rasanya gemes dan ingin teriak: "Sudahlah, berisik banget, toh sejak awal menulis di Kompasiana bukan untuk cari bayaran". 

Tapi ya begitulah, ngga asyik kalo ngga ribut ya? 

Seiring waktu, banyak yang menyarankan agar saya menerbitkan buku berkonten green. Khususnya dalam implementasi dalam komunitas. Karena menerapkan untuk diri sendiri sangat berbeda dengan sharing ke masyarakat.

Untuk tujuan itu saya berlatih menulis dengan story telling agar banyak kisah bisa tersampaikan dengan baik, misalnya tentang preman yang membuat keributan ketika kami sedang membahas PLTSa.  Tentang ketua RW yang korupsi uang warga, hasil berjibaku dalam lomba lingkungan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun