Mohon tunggu...
Margono Dwi Susilo
Margono Dwi Susilo Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

Pendidikan : SD-SMP-SMA di Sukoharjo Jawa Tengah; STAN-Prodip Keuangan lulus tahun 1996; FHUI lulus tahun 2002; Magister Managemen dari STIMA-IMMI tahun 2005; Pekerjaan : Kementerian Keuangan DJKN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora featured

Teuku Umar: Pahlawan Sejati atau Oportunis Zaman Perang?

25 Juni 2011   15:05 Diperbarui: 11 Februari 2019   21:55 5220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh karena itu, ia dianggap oleh teman-teman seperjuangannya sebagai tokoh yang kontroversial.”

Setelah memperoleh jabatan Jenderal, Umar diberi senjata dan uang untuk membersihkan musuh-musuh Belanda di bagian wilayah XXV Mukim dan XXVI Mukim. Umar sukses, sebagian memang bukan karena kemampuan bertempur tetapi lebih karena kemampuan diplomasi. Umar membentuk persekutuan dengan Teungku Kutakarang, guru agama terkemuka XXV Mukim. Umar dan Kutakarang sangat menentang kelompok-kelompok gerilya pimpinan putra-putra Tengku Chik Ditiro yang berusaha menegakkan hak sabil (Pajak perang) di XXV Mukim, yang merugikan Teungku Kutakarang. Teungku inilah yang menyebarkan fatwa bahwa melawan Teuku Umar tidak dapat dianggap sebagai perang suci.

Dukungan fatwa inilah kiranya yang menyebabkan pasukan Aceh setengah hati melawan Umar, sehingga Umar berhasil menaklukan sebelas benteng/pos pasukan Aceh untuk Belanda (Reid, 2005 : 296-297). Melihat prestasi tersebut Deijkerhoff -- Gubernur Sipil dan Militer Aceh periode 1892-1896—memberikan kepercayaan yang lebih besar kepada Umar.

Hal ini memicu rasa iri dari tokoh Aceh yang terlebih dahulu menyerah, seperti Panglima Muhammad Tibang dan Teuku Nek Meuraxa. Namun ada perkembangan situasi di lapangan, pada November 1895 Teungku Kutakarang meninggal dunia, ini adalah pukulan berat bagi Teuku Umar, karena sejak itu para ulama di XXV Mukim mulai berani memprotes cara-cara Umar.

Pada suatu hari Umar mengajukan proposal untuk menaklukkan benteng Lam Krak, benteng yang dipertahankan oleh pejuang perempuan Aceh. Proposal disetujui, dan Teuku Umar beserta pasukannya mendapatkan perlengkapan berupa 880 pucuk senjata,  25.000 butir peluru, 500 kg peledak dan uang tunai 18.000 dollar.

Tetapi rupanya pihak Aceh telah menyebarkan perang urat syaraf berupa ramalan, bahwa Umar akan tewas saat penyerbuan ke benteng perempuan. Saya bisa memahami jika Umar terkejut bukan main, terkait dengan hubungan proposal dan ramalan itu. Dari mana orang aceh tahu tentang proposal Lamk Krak itu? Umar yang seorang muslim dan kuyup tradisi Aceh tentu percaya akan ramalan tersebut, apalagi konon ramalan tersebut datang dari ulama besar.

Umar tentu berpikir keras dan menyimpulkan, amatlah celaka jika ia sebagai muslim mati saat membela Belanda (kafir). Keislaman Umarpun bangkit, apalagi protes dari Cut Nyak Dhien semakin tak tertahankan. Akhirnya Teuku Umar membangkang dari Belanda dan berbalik ke kaum muslimin Aceh pada tanggal 30 Maret 1896. Aceh bersorak, Belanda meradang.

Sejak itu prestasi tempur Teuku Umar sungguh mengagumkan. Anthony Reid sendiri mencatat bahwa sejak itu perlawanan Aceh berada dalam satu komando, yakni Teuku Umar.

Penulis mendapati kisah tentang ramalan ini berdasarkan tradisi lisan yang dimuat dalam komik Aceh. Penulis tambah yakin tentang cerita komik itu saat Anthony Reid sendiri juga memberikan catatan tentang keberadaan ramalan tersebut dan protes Cut Nyak Dhien (Reid, 2005 : 297 catatan kaki no.64). Motif inilah yang tidak diungkap dalam sejarah kita.

Padahal hal ini penting untuk mengungkap karakter pahlawan kita ini. Pada titik ini penulis menyimpulkan bahwa Teuku Umar sebelum membangkang dari Belanda telah mengalami proses psikologis yang berliku, dimulai dari meninggalnya Teungku Kutakarang (guru sekaligus pelindungnya), kritikan dari istrinya (Cut Nyak Dhien) yang bertubi-tubi, dan ketakutan akan kebenaran ramalan yang bermuara pada bangkitnya rasa keislaman.

Apapun motif dan ambisi Teuku Umar, Penulis tetap menghargai perannya. Disaat tokoh lain di seluruh Nusantara selalu dikibuli Belanda, Umarlah satu-satunya yang mampu menipu Belanda, bukan sekali, tetapi beberapa kali. Disinilah letak kehebatan pahlawan kita. Selebihnya wallahualam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun