Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengapa Kita Harus Menolong Anak Korban KDRT Sekarang?

8 Juli 2020   12:55 Diperbarui: 9 Juli 2020   16:14 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.uowblogs.com/jll649/2017/04/23/child-abuse-as-a-leading-cause/

Membantu anak korban kekerasan saat ini artinya menyelamatkan beberapa atau banyak orang di masa depan. Dengan menghentikan kekerasan dan membantunya pulih secara psikologis, kita bukan hanya menolong satu orang, tapi mungkin juga dapat menolong lebih banyak jiwa kelak.

Krisis pandemi dan kekerasan

Dalam krisis pandemi ini, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) meningkat. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melakukan survei pada lebih dari dua-ribu orang, dan menemukan, kekerasan ekonomi dan psikologis meningkat terjadi pada orang yang berasal dari kelompok ekonomi menengah-bawah.

Kekerasan fisik dan seksual juga tercatat terjadi dalam konteks keluarga. Lembaga pendampingan dan konseling kekerasan terhadap perempuan, Rifka Annisa sudah mencatat antara Januari-April 2020, kasus kekerasan anak dan perempuan yang dilaporkan naik 100% dari tahun lalu.

Anak dan perempuan adalah korban kekerasan yang paling sering terjadi dalam konteks rumah tangga atau keluarga karena merupakan anggota yang tergolong lemah, jika dibandingkan dengan kuasa yang dimiliki laki-laki atau pemimpin keluarga.

Di negara dimana masyarakatnya masih memeluk nilai patriarki sangat kuat, akan terjadi ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan.

Dan sebagai akibatnya, posisi perempuan dan anak menjadi lebih lemah dan sangat beresiko mengalami kekerasan.

Penyebab kekerasan di rumah sering diatribusikan terjadi karena persoalan ekonomi. Komnas Perempuan juga berpendapat bahwa tekanan finansial di masa pandemi membuat orang lebih mungkin melakukan KDRT.

Dalam krisis pandemi, orang dewasa bisa menjadi stress dan tertekan karena ekonomi, hilangnya pekerjaan atau bertambahnya pekerjaan dan tugas-tugas rumah yang harus dilakukan secara bersamaan; hal ini membuat mereka melemparkan kemarahannya kepada orang-orang di sekitarnya, terutama pada yang lebih lemah.

Faktor ekonomi bukan faktor penyebab kekerasan
Kekerasan dalam rumah tangga dalam kerangka hukum diartikan sebagai segala perilaku yang mengakibatkan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga. Termasuk, ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sekali saja perilaku kekerasan terjadi, maka sudah bisa dianggap pelanggaran hukum.

Namun, dalam perspektif psikologis, perilaku kekerasan dalam relasi intim atau keluarga dilihat bukan sekedar sebagai peristiwa unik dan tunggal, tapi peristiwa kekerasan yang berulang secara khas terjadi dalam suatu konteks relasi intim/keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun