Di situlah letak keindahan iman. Di ujung napas, seseorang bisa menampakkan siapa dirinya yang sejati. Ilmu dan gelar bisa tinggi, tetapi yang akan dibawa pulang hanyalah keikhlasan, amal, dan budi pekerti.
Saya percaya, inilah "ujian akhir" yang diberikan Allah kepada beliau. Dan beliau lulus dengan mulia. Kita hanya bisa berdoa, semoga beliau husnul khatimah, syahid, dan ditempatkan di sisi-Nya dengan penuh kemuliaan.
Saya merenung sejenak ... betapa rapuhnya kita sebagai manusia. Seorang profesor ahli paru yang sepanjang hidupnya menolong orang bernapas, akhirnya harus menyerahkan napasnya sendiri. Akan tetapi, justru di situlah terletak sebuah ironi yang indah bahwa  profesi bukan sekadar ilmu, melainkan juga laku hidup. Ia mengajarkan kita, bahkan dalam detik-detik terakhir, bagaimana cara berbagi ruang hidup dengan orang lain.
Sesuai arti namanya, beliau adalah "penolong". Dan benar, hingga sampai di ujung hayat, beliau masih ingin menolong orang lain.
Saya masih ingat, beliau adalah salah seorang guru saya pada 1979. Kini, kisahnya menjadi warisan batin, bukan hanya bagi keluarga, bukan hanya bagi murid-muridnya, tetapi juga bagi kita semua yang mau belajar dari kematian.
Kita tidak tahu, kapan ujian akhir itu akan datang. Bisa saja di ruang perkuliahan, di balik kemudi kendaraan, Â atau bisa juga di ranjang rumah sakit dengan selang dan monitor mengelilingi tubuh kita. Pertanyaannya adalah, "Apakah kita siap?"
Profesor Taufik  telah menjawab dengan tindakannya. Dan kini, pertanyaan yang tersisa ditujukan pada kita,"jika saatnya tiba, ujian akhir seperti apakah yang akan kita jalani?"
Catatan. Tulisan ini pernah saya tulis di Fb  9 Juli 2021 dengan judul "Ujian Akhir Seorang Professor" Mengenang kembali guruku, almarhum Prof. dr. Taufik, Sp.P. (K).
Al-Fatihah untuk Prof di alam deminsi lain. InsyaAllah mendapat tempat terbaik di sisi-Nya.
Aamin Ya Rabb. []
Â