Dari ruang kuliah yang berpindah-pindah di masa PRRI, hingga doa yang mengiringi langkah pertama menghadapi pasien. Setiap kisah memancarkan pesan, yaitu menjadi dokter bukan hanya perkara ilmu, melainkan panggilan nurani.
Inilah bukti nyata kiprah lansia dengan menghadirkan warisan pengetahuan dan kemanusiaan melalui tulisan. Sumpah dokter memang diucapkan sekali, tetapi sejatinya ia adalah janji seumur hidup.
Menulis sebagai Warisan
Menulis bagi lansia bukan sekadar hiburan. Ia merupakan ruang untuk bernapas, sarana untuk merenung, dan cara untuk berbagi. Setiap kalimat yang lahir merupakan doa dalam bentuk kata dan warisan bagi generasi berikutnya.
Sejalan dengan tema Hari Lansia Sedunia 2025, para penulis buku ini membuktikan bahwa usia bukan batas untuk berkarya. Justru, di usia senja mereka menyalakan inspirasi lintas generasi.
Dengan demikian, kepada para lansia yang masih ragu, izinkan aku berpesan bahwa jangan takut menulis. Jangan tunggu waktu sempurna karena waktu terbaik adalah sekarang. Suara kita dibutuhkan, pengalaman kita berharga, dan tulisan kita akan tetap hidup bahkan ketika langkah kaki mulai melambat.
Usia hanyalah angka, tapi kata yang ditinggalkan adalah jejak peradaban.
Pada akhirnya, menulis bagi lansia bukan sekadar tentang kata-kata yang tersusun rapi. Ia adalah napas kehidupan yang menyalakan semangat, doa yang disampaikan lewat kalimat, dan warisan yang akan tetap hidup meski tubuh mulai renta. Kepada para pembaca Kompasiana, mari kita belajar dari jejak para lansia bahwa setiap pengalaman layak diceritakan, setiap luka bisa disembuhkan dengan tulisan, dan setiap senja masih bisa menjadi cahaya bagi dunia. []
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI