Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makan Patita Soa: Tradisi dari Negeri Oma, Haruku, Maluku Tengah

12 April 2022   10:15 Diperbarui: 12 Juni 2022   23:02 2909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Makan Patita/Sumber:https://images.detik.com

Saat keluarga memiliki pergumulan peting, doa menjadi dasar yang kuat untuk meminta penyertaan Tuhan melewati pergumulan, sehingga saat pergumulan itu bisa dilewati maka persembahan yang ada di piring natsar dibawa ke gereja sebagai persembahan melambangkan ungkapan syukur atas penyertaan Tuhan. 

Sementara di meja makan, piring kecil akan berisi garam dan cabai atau cili. Cili melambangkan kerasnya kehidupan. 

Pedasnya cili bermakna untuk mendapatkan makan dibutuhkan kerja keras dan usaha yang besar sementara garam berfungsi sebagai pemberi rasa dalam hidup bersaudara. 

Artinya bahwa jika ada keluarga yang mengalami kesusahan, kita wajib untuk menolong seperti istilah sagu salempeng pata dua (satu lempeng sagu dibagi dua) yang berarti saat kakak dapat menikmati makanan atau berkat Tuhan, jangan melupakan adik atau saudara yang lain. Sehingga tradisi ini bukan sebatas makan bersama saja tapi merupakan bentuk pemaknaan nilai-nilai hidup persaudaraan. 

Sedangkan makna suapan pertama yang diberikan om atau paman kepada anak (keponakan) menggambarkan konsep ale rasa beta rasa (anda rasa, sayapun demikian) artinya saat susah atau senang, bukan hanya ditanggung sendiri tapi juga dirasa dan ditanggung bersama. 

Sementara kain putih yang menjadi alas lesa melambangkan ketulusan dan kesucian seorang paman atau om menerima dan menyambut anak-anak (keponakan-keponakan) dalam soa, begitu juga dengan tarian cakalele saat pertama ditarikan menyambut anak-anak atau keponakan, perlambang mereka disambut dengan sukacita dan dengan tangan terbuka (Matitaputty dan Masinay, 2020)

Akhir-akhir ini kita disuguhi tontonan-tontonan yang mengandung kekerasan, fitnahan, tuduhan, bahkan pernyataan-pernyataan yang mendiskreditkan budaya, adat, dan tradisi Indonesia oleh banyak pihak yang ingin membenturkan agama dan tradisi yang sudah ada jauh-jauh sebelum agama resmi yang diakui negara masuk dan menyebarkan ajarannya. 

Mereka lupa bahwa pada saat agama-agama itu masuk, budaya adalah cara terbaik untuk menyebarkan agama. Akulturasi agama dan budaya membuat sehingga keenam agama yang diakui negara ini bisa bertahan sampai sekarang. Banggalah dengan budaya Indonesia, masa negara tetangga saja merasa dan mengkalim budaya kita, sementara kita sendiri malah mengikuti bahkan mencemooh budaya kita sendiri.?

Referensi: 

Prosesi Seremonial dan Makna Makan Patita di Negeri Oma - Maluku

Health, Happiness and Eating Together: What Can a Large Thai Cohort Study Tell Us?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun