Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makan Patita Soa: Tradisi dari Negeri Oma, Haruku, Maluku Tengah

12 April 2022   10:15 Diperbarui: 12 Juni 2022   23:02 2909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Makan Patita/Sumber:https://images.detik.com

Setelah segalanya telah siap, peserta yang akan mengikuti acara makan patita ini akan berkumpul di Baileo kemudian  tepat jam 15,00 WIT acara dimulai dengan diawali tarian perang cakalele. Sementara busana yang dipakai oleh peserta makan patita adalah baju cele baju bercorak kotak-kotak berwarna cerah yang menggambarkan semangat, opitimisme, dan kegembiraan.

Setelah tarian selesai, para orangtua (om/paman) menjemput anak-anak (keponakan) dengan mendendangkan nyanyian (kapata) dan diiringi alunan tifa. Setibanya di meja makan, para ponakan dipersilahkan duduk mengelilingi meja dan sebelum menikmati makanan yang disiapkan, pendeta akan memimpin doa makan terlebih dulu, setelah itu wejangan diberikan kepada anak-anak oleh pemimpin soa.

Suapan pertama dari om dilakukan kepada keponakannya suapan ini disebut mara/marei. Suapan ini bermakna cinta kasih yang besar dari om kepada semua keponakannya dalam soa tersebut tanpa membeda-bedakan. 

Suapan ini juga menggambarkan ikatan kuat antara orangtua dan anak sehingga dimana saja anak-anak berada, perhatian, pantauan dan kasih sayang orangtua selalu ada untuk mereka. Suapan ini menjadi harapan bahwa kelak mereka tidak akan melupakan darimana asal mereka dan tidak melupakan sesama saudaranya.

Meja Sombayang/Sumber: https://seiracerdasonline.files.wordpress.com/2020/02/img_20200214_235718-587441754.jpg
Meja Sombayang/Sumber: https://seiracerdasonline.files.wordpress.com/2020/02/img_20200214_235718-587441754.jpg

Makna Mendalam dari Makan Patita Soa

Masyarakat Maluku pada umumnya mengikuti tradisi patriarki dimana marga suami akan menjadi marga istri ketika menikah maka saat anak-anak mereka lahir marga ayah akan menjadi marga anak-anak. Sehingga anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut akan diterima seutuhnya dari salah satu mata rumah dalam soa yang ada di negeri atau desa di Maluku pada umumnya.

Saat leluhur melakukan tradisi makan patita mereka menyadari betul bahwa tradisi ini menjadi wahana ikatan persaudaraan dalam soa. Meja panjang (lesa) menjadi lambang ikatan persaudaraan. 

Meja untuk masyarakat Maluku bukan hanya sebagai tempat melangsukan makan bersama tetapi lebih dari itu, di meja makanlah orangtua dan anak duduk bersama, mensyukuri berkat Tuhan lewat makanan yang tersedia selain itu di meja makan pula nasihat-nasihat diberikan kepada anak-anak. 

Bahkan dalam beberapa keluarga, didapati bahwa sebesar apapun kejengkelan dan semarah apapun orangtua kepada anak, di meja makanlah amarah orantua akan berubah menjadi teguran dan nasihat yang lembut tanpa melukai hati sang anak.

Untuk masyarakat Maluku, setiap rumah pasti memiliki meja makan dan meja sombayang. Meja makan dan meja sombayang biasanya ditemukan piring kecil yang fungsinya berbeda-beda. Piring kecil di meja somabayang berfungsi sebagai piring natsar yang ditutupi kain. Dalam piring natsar ini berisikan uang persembahan yang nantinya akan diserahkan ke gereja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun