Pernikahan adalah momen sakral dimana dua manusia mengikat janji sehidup semati di hadapan Tuhan disaksikan keluarga, sahabat, dan kerabat dekat.Â
Momen pernikahan untuk masyarakat Indonesia dipandang sebagai tahapan akhir dari serangkaian proses yang dimulai dari pengenalan, pacaran, melamar, tunangan dan akhirnya menikah.
Setiap daerah punya sebutan sendiri untuk proses-proses tersebut begitu juga dengan Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar.Â
Umumnya kata menikah dalam dialeg dan bahasa masyarakat Maluku punya padanan dengan kata kaweng sehingga jangan heran semisal ada iring-iringan pengantin yang lewat, orang akan berteriak "orang kaweng lewat" sementara untuk melamar, masyarakat Tanimbar yang dijuluki Bumi Duan Lolat ini punya padanan yang sama dengan masyarakat di Wilayah Timur Indonesia lainnya yaitu masu minta.
Bagaimana tradisi masu minta ini bagi masyarakat Tanimbar ? adakah kesamaan dengan suku lain di Indonesia ? apa makna masu minta itu sendiri dan seperti apa posisi perempuan di mata masyarakat Tanimbar ?
Mengenal Kabupaten Kepulauan Tanimbar
Sebelum membahas lebih jauh ada baiknya kita mengenal sekilas tentang Kepulauan Tanimbar ini.Â
Propinsi Maluku dibagi menjadi 11 wilayah administratif kabupaten/kota salah satunya adalah Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang dimekarkan di tahun 1999 dengan Ibukota Saumlaki.Â
Kabupaten ini mekar dari induk Kabupaten Maluku Tenggara dan kemudian di tahun 2008 Kabupaten Maluku Tenggara Barat dimekarkan lagi untuk memisahkannya dengan Kabupaten Maluku Barat Daya sehingga nama Maluku Tenggara Barat diubah menjadi Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Kabupaten ini memiliki semacam "hukum adat" yang dikenal dengan Duan Lolat dimana selanjutnya dijuluki Negeri Duan Lolat.Â
Kabupaten ini memiliki ragam bahasa diantaranya Bahasa Selaru, Bahasa Seira-Fordata, Bahasa Yamdena, Bahasa Selwasa dan dituturkan secara turun menurun di daerah masing-masing dimana bahasa itu digunakan.Â
Sementara dari sisi busana, Tanimbar terkenal dengan kain tenun dengan motif yang dominan adalah motif bunga anggrek larat yang adalah tanaman endemik di Kabupaten ini.Â
Baru-baru ini Kabupaten Kepulauan Tanimbar menjadi tuan rumah penyelenggaraan MTQ ke XXIX Propinsi Maluku dari tanggal 18-24 Maret 2022 yang lalu.
Menariknya dalam kepanitiaan MTQ yang menjadi ketua panitia adalah seorang pendeta Gereja Protestan Maluku dan seorang pastor Gereja Katolik.Â
Selain itu penduduk yang beragama islam hanya 4 % dari total 122.337 jiwa, namun dipercayakan menjadi tuan rumah penyelenggaraan MTQ, padahal lazimnya tuan rumah adalah wilayah yang penduduk muslimnya lebih banyak.
Ritual tidak bisa dilepaskan dari perlengkapan atau benda-benda adat, dan pelaku atau tua-tua adat dalam satu kelompok masyarakat.Â
Untuk ritual masu minta ini dimulai dari kedatangan keluarga dari pihak calon pengantin laki-laki ke rumah pihak calon pengantin perempuan.
Kedatangan pihak laki-laki ditemani atau didampingi oleh seorang juru bicara. Busana yang mereka kenakan adalah busana adat Tanimbar berupa kain tenun dan asesoris adat.
Sesampainya di rumah keluarga perempuan, mereka disambut oleh perwakilan atau juru bicara pihak perempuan.
Sebelum menyampaikan maksud kedatangan rombongan calon pengantin laki-laki mereka terlebih dulu memberikan minuman adat berupa sopi sejenis tuak sebagai pembuka pembicaraan.Â
Saat sopi tersebut diambil oleh pihak perempuan pertanda mereka setuju pihak laki-laki meneruskan pembicaraannya.Â
Sopi tadi kemudian dituang dalam gelas sloki dan diedarkan kepada keluarga perempuan yang saat itu duduk bersama.
Pendamping atau juru bicara yang hadir dari pihak laki-laki bertindak sebagai penyambung lidah, menyatakan maksud kedatangan mereka untuk meminang calon pengantin perempuan dan direspon oleh perwakilan atau juru bicara pihak perempuan.
Selanjutnya pihak laki-laki menyerahkan lagi sopi, sumbat (uang), dan sepasang loran.Â
Jumlah uang yang diberikan tidak bisa dipastikan karena dapat disesuaikan dengan situasi hanya barang yang wajib diberikan adalah sopi dan loran tadi.Â
Loran dan uang bermakna sebagai mahar atau tebusan untuk melamar anak perempuan masyarakat Tanimbar.Â
Barang-barang ini kemudian diterima juru bicara pihak perempuan dan selanjutnya diberikan kepada saudara laki-laki dari ibu calon pengantin perempuan yang dipanggil Om atau paman.
Karena posisi dan peran Om sangat dihormati, maka sebelum mengambil keputusan, Om-Om dari calon pengantin perempuan akan berembuk untuk menentukan apakah lamaran ini diterima atau ditolak.Â
Kedudukan Om sangat penting karena Om bertanggungjawab terhadap anak-anak dari saudara perempuan mereka yang bisa dilihat dari  peranan untuk menerima atau tidak lamaran tersebut.
Selanjutnya adalah proses mengambil calon pengantin perempuan yang selama proses pelamaran disembunyikan di dalam kamar.
Kamar merupakan simbol privasi, tempat yang sangat privat yang tidak sembarangan dimasuki orang sehingga dalam ritual masu minta ini perempuan yang disembunyikan memiliki nilai yang tinggi dari sudut pandang kultur.
Calon pengantin perempuan yang disembunyikan di kamar didandani dengan pakaian adat lengkap dengan asesoris serta ditemani oleh sang ibu.
Jadi di dalam kamar hanya terdapat calon pengantin perempuan dan sang ibu. Ibu adalah segalanya untuk anak perempuan dari rahim ibu lahir kehidupan sehingga peran ibu menjadi penting karena akan melepaskan anak perempuannya untuk hidup dengan orang lain.
Belum selesai disitu, prosesi ritual ini berlanjut dengan calon pengantin laki-laki akan menjemput calon pengantin perempuan di dalam kamar, namun sebelum masuk, mereka akan bertemu dengan juru bicara perempuan untuk menyampaikan maksud ingin mengambil calon pengantin perempuan dari dalam kamar.Â
Saat disetujui calon pengantin laki-laki dengan sendirinya akan masuk ke dalam kamar dan memberikan sopi serta uang sebagai permohonan ijin pada ibu calon pengantin perempuan.Â
Sang ibu menerima pemberian tersebut dan mengalungkan kain tenun di leher calon pengantin laki-laki yang akan manikahi anak gadisnya.Â
Disaat inilah suasana menjadi haru biru diisi dengan tangis dan pelukan antara ibu dan anak perempuannya.Â
Disini juga biasanya nasehat dari sang ibu diberikan kepada anak perempuan yang akan pergi meninggalkan rumah dan memasuki rumah baru dengan suasana yang baru sehingga seolah-olah ibu sangat berat untuk melepaskan anak perempuannya itu.
Dari proses masu minta ini setidaknya antara budaya masyarakat Tanimbar dan budaya daerah lain memiliki kesamaan makna diantaranya :
Pertama, proses lamaran yang sangat panjang dan melewati serangkaian proses bermakna bahwa untuk mendapatkan calon pengantin perempuan tidaklah mudah banyak hal yang harus disiapkan dan dilewati disinilah keseriusan calon pengantin laki-laki diuji untuk melamar calon pengantin perempuan yang bisa saja dalam proses tersebut terdapat perdebatan atau pro dan kontra.
Kedua, sebagai anak dara, perempuan yang akan dilamar memiliki nilai dan kedudukan yang tinggi sebab didandani dan diberi pakaian adat lengkap dengan asesoris adat. Hal ini juga dapat diartikan bahwa perempuan itu sangat berharga.
Ketiga, pemberian mahar, berupa barang-barang adat dalam lamaran adalah kewajiban yang harus dipenuhi calon pengantin laki-laki untuk mendapatkan persetujuan dari pihak calon pengantin perempuan tapi bukan berarti pihak perempuan itu banyak menuntut tetapi sudut pandang yang dilihat dari pemberian ini adalah menunjukkan keseriusan dan tanggungjawab calon pengantin laki-laki untuk melamar pujaan hatinya selain itu hal ini juga berarti bahwa posisi pihak pengantin perempuan sangat dihormati dan dihargai oleh pihak pengantin laki-laki.
Keempat, saudara laki-laki dari ibu calon pengantin perempuan, dan peran ibu calon pengantin perempuan dalam kamar saat mendampingi menunjukkan bahwa perempuan mempunyai tempat penting dalam adat masyarakat Tanimbar dan beberapa suku lain di Indonesia.Â
Ibu dan saudara laki-lakinya (Om atau Paman) adalah penanggungjawab penuh dalam prosesi lamaran.
Dengan demikian budaya yang membuat Indonesia kaya sebaiknya tetap dilestarikan, sebab dengan kemajuan zaman, dan perkembangan teknologi yang pesat, dikhawatirkan terjadi pergeseran budaya sehingga kedepan ancaman kepunahan kebudayaan dapat menjadi kenyataan.
Referensi :
Suatu Ritual Adat Masuk Minta di Tanimbar Provinsi Maluku
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI