Mohon tunggu...
Marcellinus Vitus Dwiputra
Marcellinus Vitus Dwiputra Mohon Tunggu... Freelancer - Il Pellegrino e Il Ricercatore del mondo...

Sto studiando per godere la vita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Merawat Sapa via Postcard

15 Januari 2021   05:42 Diperbarui: 16 Januari 2021   01:10 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diagram partisipasi saya dalam postcrossing. Sumber: dok. pribadi

Hampir di setiap destinasi wisata yang pernah saya kunjungi, baik di Italia maupun di luar italia, satu benda ini wajib ada di kios-kios oleh-oleh. Benda wajib ini ialah kartu pos.

Awalnya saya agak heran dan bertanya-tanya, "menangnya masih ada yang beli ya? Misalkan ada, lalu buat apa?" Pertanyaan saya ini mungkin tepatnya bisa diformulasikan demikian: "Masih relevankah eksistensi kartu pos di masa sekarang ini yang serba mendewakan kecepatan dan hal-hal yang serba instan?"

Pada mulanya adalah SAPA...

"Ciao (bello/a)... come stai?" | "Hei (ganteng/cantik/bro-sis)... apa kabar?"

Sumber: it.blastingnews.com
Sumber: it.blastingnews.com

Ramah... itulah kesan yang pertama muncul ketika memulai petualangan hidup baru di Negeri Pizza ini sekitar 2,5 tahun lalu. Sapaan-sapaan di atas tidak hanya dijumpai ketika memasuki suatu toko untuk membeli sesuatu, melainkan ketika sedang melakukan jalan-jalan santai baik di kota, atau pun di daerah pemukiman penduduk.

Sapaan-sapaan lain bisa saja berbunyi demikian: Ciao!!! (Hi!), Salve! (Hello! -- nuansa lebih formal), atau pun buongiorno/buon pomeriggio/ buona sera (selamat pagi/siang/malam).

Sapaan-sapaan tersebut memang sederhana, tetapi sangat berkesan bagi saya yang saat itu baru saja datang ke tempat baru. Belum lagi seringkali mereka melontarkan pujian-pujian sederhana kepada kita, seperti: che bravo! (Wah hebat ya..) Atau Che figo! (Wah keren ya..).

Dalam ilmu atau pun trik-trik komunikasi, sapaan memiliki peran yang penting. Sebagai langkah pertama dalam komunikasi, bentuk "sapaan" yang tepat menentukan alur dan nasib komunikasi selanjutnya. Mengapa? Karena sapaan meninggalkan kesan.

Lalu hubungannya apa dengan eksistensi kartupos? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya jawab dengan bertanya kembali: apa yang biasanya kita tuliskan pertama kali ketika menulis surat (baik surat elektronik), formal atau non formal (via pesan singkat di Whatsaap atau dlsb)? Tentunya "sapaan"-lah yang pertama kali dituliskan. Begitupula dengan kartupos.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun