Mohon tunggu...
Marcel Muhammad Irsandhi
Marcel Muhammad Irsandhi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Indonesia

Mahasiswa UNS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

LGBT dalam Pusaran Generasi Z

16 Oktober 2021   11:55 Diperbarui: 16 Oktober 2021   12:14 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Generasi Z adalah generasi yang lahir setelah generasi Y. Generasi ini lahir dalam rentang tahun 1996 sampai dengan tahun 2012.  Selain itu generasi Z juga masih muda dan tidak mengenal kehidupan tanpa teknologi.

Generasi ini dianggap memiliki kemampuan dalam menguasai teknologi sejak lahir karena mereka hidup di zaman teknologi. Tidak hanya dikenal sebagai generasi teknologi saja, generasi Z juga dikenal sebagai generasi digital dikarenakan lahir saat perkembangan internet sudah mewabah. Internet memiliki peran penting dalam perkembangan sosial budaya masyarakat karena perkembangan pesat internet sejalan dengan lahirnya media sosial yang menjadi dunia ke dua bagi generasi Z.

Media sosial adalah hal lumrah bagi masyarakat Indonesia terkhusus pada generasi Z yang menjadikannya rumah ke dua bagi mereka. Generasi Z memiliki minat yang tinggi terhadap kehidupan di dunia maya dan bahkan mereka tidak bisa hidup tanpa adanya media sosial. Hal ini dikarenakan kemudahan mereka untuk mengakses berbagai platform yang tersedia seperti contohnya; instagram, tiktok, whatsapp, twitter, telegram, line, dan lain sebagainya.

Dampak dari adanya kemudahan untuk mengakses sosial media tersebut menciptakan internet sebagai sumber referensi utama bagi masyarakat dalam mencari suatu informasi. Selain adanya dampak positif, terdapat juga dampak negatif akibat kemudahan dalam mengakses sosial media, dapat membuka situs situs dewasa dan adanya cyber clime.

Platform media sosial terbesar twitter memiliki banyak sekali dampak positif dan negatif  yang terdapat pada media sosial tersebut. Ibarat kertas putih, twitter dapat dilukis dengan tinta hitam dan tinta merah, yang artinya kita dapat menggunakannya untuk kebaikan dan keburukan. Twitter dapat dijadikan sebagai sarana komunitas untuk belajar online secara bersama, akan tetapi kita juga dapat menemukan komunitas-komunitas terlarang di media sosial twitter seperti LGBT.

Twitter merupakan ruang maya paling aman bagi mereka komunitas LGBT untuk dapat mengekspresikan diri mereka secara bebas. Twitter menjadi ruang aman bagi komunitas LGBT karena di sanalah mereka dapat menuliskan tweet secara bebas dan dapat menjadi diri mereka sendiri. Walaupun dapat mengguakan platform ini secara bebas, mereka lebih memilih untuk menyembunyikan identitas diri mereka atau yang seperti biasa kita kenal yaitu akun alternatif. Akun-akun alternatif bukanlah suatu feomena yang aneh di dunia maya. Karena tidak selalu pengikut komunitas LGBT yang memiliki akun alternatif, orang normal pada biasanya juga memiliki akun alternatif untuk mengutarakan pendapat tanpa ingin diketahui identitasnya.

Banyak dari mereka bagian dari LGBT yang memilih mengggunakan akun alternatif karena mereka sadar dan mengerti bahwa Indonesia belum ramah untuk komunitas seperti ini. Anggota komunitas LGBT yang terbuka di Indonesia pada umumnya akan mendapatkan banyak kekerasan dan diskriminasi dalam kehidupan mereka secara sosial. Diskriminasi dalam memperoleh pendidikan, kesempatan kerja, tempat tinggal, kesehatan, dan kesejahteraan. Seperti kasus yang baru saja terjadi dihukumnya LGBT dalam tubuh TNI.

Kelompok LGBT pada umumnya memiliki keinginan untuk dapat diperlakukan secara adil dan sama di berbagai bidang apapun agar mereka dapat menjalankan hak dan kewajiban mereka secara merdeka tanpa adanya batasan dari masyarakat umum agar dapat mengembangkan diri untuk berkarya dan berkontribusi dalam pembangunan.

Selain media sosial twitter, tiktok juga menjadi tempat yang cukup bebas bagi komunitas LGBT untuk mengungkapkan keresahan mereka melalui video konten yang mereka buat.

Berbeda dengan media sosial twitter yang mereka memilih untuk membuat tulisan dengan akun alternatif, pada media sosial tiktok para penggunanya terkhusus komunitas LGBT secara terang-terangan menunjukan identitas mereka dan menyatakan diri mereka sebagai bagian dari komunitas LGBT. Banyak dari mereka yang membuat konten secara terbuka karena memiliki tujuan khusus dibaliknya, seperti ingin mendapatkan perhatian lebih banyak dari pengguna sesama media sosial dan menaikkan jumlah pengikut dan fitur suka pada akun media sosial mereka, sehingga mereka tidak malu dan takut untuk terbuka karena ada kepuasan yang mereka dapatkan.

Pandangan masyarakat terhadap komunitas LGBT tergantung pada latar belakangnya baik dari sisi agama dan lingkungan sosial. Sebagian besar masyarakat tidak mendukung adanya komunitas LGBT dan bahkan menghujat perilaku dan orientasi seksual mereka. Akan tetapi ada juga yang memiliki pandangan netral terhadap komunitas ini yang memiliki alasan karena hak asasi. Menjadi bagian dari komunitas LGBT bukanlah hal yang mudah dan tentunya akan mendatangkan banyak masalah dan resiko apabila generasi Z terlibat dalam hubungan sejenis, kurangnya pengetahuan tentang resiko yang akan dihadapi akibat hubungan seks bebas membuat mereka mudah terpapar virus HIV dan menjadi korban pelecehan seksual dari pelaku yang lebih berpengalaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun